Fraktur tulang
Fraktur
atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001) atau setiap retak
atau patah pada tulang yang utuh (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2001)
atau terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma (Handerson, M. A,
1992).
Prevalensi
Fraktur lebih sering terjadi pada orang
laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usila
prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.
Jenis fraktur
1.
Complete fraktur (fraktur komplet),
patah pada seluruh garis tengah tulang,luas dan melintang. Biasanya disertai
dengan perpindahan posisi tulang.
2.
Closed frakture (simple fracture),
tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh.
3.
Open fracture (compound frakture /
komplikata/ kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas
kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membran
mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi:
o Grade
I: luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.
o Grade
II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
o Grade
III: sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
4.
Greenstick, fraktur dimana salah satu
sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
5.
Transversal, fraktur sepanjang garis
tengah tulang.
6.
Oblik, fraktur membentuk sudut dengan
garis tengah tulang.
7.
Spiral, fraktur memuntir seputar batang
tulang.
8.
Komunitif, fraktur dengan tulang pecah
menjadi beberapa fragmen.
9.
Depresi, fraktur dengan frakmen patahan
terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
10. Kompresi,
fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
11. Patologik,
fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget,
metastasis tulang, tumor).
12. Avulsi,
tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada prlekatannya.
13. Epifisial,
fraktur melalui epifisis.
14. Impaksi,
fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
Klasifikasi
fraktur :
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat
diklasifikasikan sebagai berikut
·
Berdasarkan tempat (Fraktur humerus,
tibia, clavicula, dan cruris dst).
·
Berdasarkan luas dan garis fraktur
terdiri dari :
- Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang).
- Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui
seluruh garis penampang tulang).
·
Berdasarkan bentuk dan jumlah garis
patah :
- Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan).
- Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan).
- Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi
pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur
femur dan sebagainya).
·
Berdasarkan posisi fragmen :
1.
Undisplaced (tidak bergeser)/garis
patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
2.
Displaced (bergeser) / terjadi
pergeseran fragmen fraktur
·
Berdasarkan hubungan fraktur dengan
dunia luar :
1.
Tertutup
2.
Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
·
Berdasar bentuk garis fraktur dan
hubungan dengan mekanisme trauma
1.
Garis patah melintang.
2.
Oblik / miring.
3.
Spiral / melingkari tulang.
4.
Kompresi
5.
Avulsi / trauma tarikan atau insersi
otot pada insersinya. Missal pada patela.
·
Berdasarkan kedudukan tulangnya :
1.
Tidak adanya dislokasi.
2.
Adanya dislokasi
·
Berdasarkan mekanisme terjadinya
fraktur :
1.
Tipe Ekstensi: Trauma terjadi
ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi.
2.
Tipe Fleksi: Trauma terjadi
ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi. (Mansjoer,
Arif, et al, 2000)
Etiologi
1.
Cedera dan benturan seperti pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2.
Letih karena otot tidak dapat
mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3.
Kelemahan tulang akibat penyakit kanker
atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Penyebab
Fraktur
Menurut Oswari E, (1993) ;
1.
Kekerasan langsung; Kekerasan
langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
2.
Kekerasan tidak langsung:
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3.
Kekerasan akibat tarikan otot:
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
Contoh :
¡ Benturan
yg keras (trauma) : tertimpa reruntuhan rumah akibat gempa bumi, jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas, dll
¡ Penyakit
: TBC tulang & kanker tulang.
¡ Lansia
: tjd pengapuran (osteoporosis) shg mudah patah.
Gambar – gambar fraktur
FR. Radiu Distal
Fraktur terbuka
Patofisiologis
Fraktur paling sering disebabkan oleh
trauma. Hantaman yang keras akibat kecelakaan yang mengenai tulang akan
mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau
terjadi discontinuitas di tulang tersebut.
Pada fraktur tibia dan fibula lebih
sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang lainnya karena periost
yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi
kulit sehingga tulang ini mudah patah dan karena berada langsung di bawah kulit
maka sering ditemukan adanya fraktur terbuka
Manifestasi
klinis
1.
Nyeri terus menerus dan bertambah
beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai
fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
2.
Deformitas dapat disebabkan pergeseran
fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3.
Pemendekan tulang, karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4.
Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas
diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba
akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal
pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda
ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
Komplikasi
fraktur
1.
Malunion, adalah suatu keadaan dimana
tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya,
membentuk sudut atau miring
2.
Delayed union adalah proses penyembuhan
yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan
normal.
3.
Nonunion, patah tulang yang tidak
menyambung kembali.
4.
Compartment syndroma adalah suatu
keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang
disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
5.
Shock terjadi karena kehilangan banyak
darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
6.
Fat embalism syndroma, tetesan lemak
masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada
fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur
tahun.
7.
Tromboembolic complicastion, trombo
vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalam waktu yang lama
karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan
ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
8.
Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak
bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada
kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
9.
Avascular necrosis, pada umumnya
berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
10. Refleks
symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomotor instability.
Pemeriksaan
Tanda dan gejala kemudian setelah
bagian yang retak di imobilisasi, perawat perlu mnilai pain ( rasa sakit ),
paloor ( kepucatan/perubahan warna), paralisis ( kelumpuhan/ketidakmampuan untuk
bergerak ), parasthesia ( kesemutan ), dan pulselessnes ( tidak ada denyut )
Pemeriksaan penunjang
Radiologi
:
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur,
deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus
vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
Pemeriksaan CBC jika terdapat perdarahan untuk menilai banyaknya darah yang
hilang.
Laboratorium
:
Pada fraktur test laboratorium yang
perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah
(LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa
penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah
Penatalaksanaan
Tujuan
pengobatan fraktur
1.
Reposisi dengan maksud mengembalikan
fragmen–fragmen ke posisi anatomi.
2.
Imobilisasi atau fiksasi dengan tujuan
mempertahankan posisi fragmen–fragmen tulang tersebut setelah direposisi sampai
terjadi union.
3.
Penyambungan fraktur (union)
4.
Mengembalikan fungsi (rehabilitasi)
Prinsip
Dasar Penanganan Fraktur
1.
Revive;
Yaitu penilaian cepat untuk mencegah kematian, apabila pernafasan ada
hambatan perlu dilakukan therapi ABC (Airway, Breathing, Circulation) agar
pernafasan lancar.
2.
Review;
Yaitu berupa pemeriksaan fisik yang meliputi : look feel, novemert dan
pemeriksaan fisik ini dilengkapi dengan foto rontgent untuk memastikan adanya
fraktur.
3.
Repair;
Yaitu tindakan pembedahan berupa tindakan operatif dan konservatif.
Tindakan operatif meliputi : Orif, Oref, menjahit luka dan menjahit pembuluh
darah yang robek, sedangkan tindakan konservatif berupa pemasangan gips dan
traksi.
4.
Refer; Yaitu berupa
pemindahan pasien ke tempat lain, yang dilakukan dengan hati-hati, sehingga
tidak memperparah luka yang diderita.
5.
Rehabilitation; Yaitu
memperbaiki fungsi secara optimal untuk bisa produktif.
Proses penyembuhan tulang
1.
Stadium Satu-Pembentukan Hematoma;
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
2.
Stadium Dua-Proliferasi Seluler;
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang
lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis.
3.
Stadium Tiga-Pembentukan Kallus;
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik
(bersifat menghasilkan/membentuk tulang), bila diberikan keadaan yang tepat,
sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago.
4.
Stadium Empat-Konsolidasi; Sistem
ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru.
5.
Stadium Lima-Remodelling; Fraktur
telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar