Sabtu, 10 Juli 2010

















Priyo Handoko
04.07.1686
C/KP/VI

BAB I



LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK





A. DEFINISI


Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur, penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya. Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul mata. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.

Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut:

1) Katarak Congenital

Pada umumnya bilateral. Banyak disebabkan oleh virus rubella pada trimester I kehamilan bila pada pemeriksaan positif rubella, maka operasi sebaiknya ditunda sampai umur 2 tahun karena virus masih aktif di dalam lensa. Kalau di operasi akan terjadi endoftalmitis dan mata akan menjadi rusak. Bila kekeruhan bilateral segera lakukan operasi satu mata dulu kurang dari 6 bulan untuk membentuk visus normal. Sedangkan mata satunya dapat dioperasi setelah umur 2 tahun.

2) Katarak Juvenile

Katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir. Katarak ini termasuk ke dalam development cataract, yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat – serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut soft cataract. Biasanya katarak juvenil merupakan bagian dari suatu kejadian penyakit keturunan lain.

3) Katarak Senile

Katarak senile ada hubungannya dengan pertambahan umur dan berkaitan dengan proses ketuaan yang terjadi di dalam lensa. Perubahan yang tampak adalah bertambah tebalnya nucleus dengan berkembangnya lapisan kortek lensa.

Secara klinik / proses ketuaan lensa sudah tampak pada pengurangan kekuatan akomodasi lensa akibat terjadinya skelerosa lensa yang timbul pada decade 4 yang dimanifestasi dalam bentuk presbiopia.

a. Katarak insipien
Katarak yang tidak seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi dengan dasar perifer dan daerah jernih diantaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks nterior atau posterior. Kekeruhan ini pada permulaan hanya tampak bila pupil dilebarkan.
Pada stadium ini terdapat keluhan polidiopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bila dilakukan tes bayangan iris (shadow test) akan negatif.
b. Katarak imatur

Pada stadium yang lebih lanjut maka akan terjadi kekeruhan yang lebih tebal. Tetapi tidak atau belum mengenal seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hydras korteks yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan memberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi myopia. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga bilik mata depan dan sudut bilik mata depan akan lebih sempit.
Pada stadium ini akan mudah terjadi glaucoma sebagai penyulit. Stadium imatur dimana terjadi kecembungan lensa akibat menyerap air disebut stadium intumesen. Shadow test pada keadaan ini positif.

c. Katarak matur

Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Lensa kehilangan cairan sehingga mengkerut lagi dan kamera okuli anterior menjadi normal kembali. Kekeruhan lensa sudah menyeluruh warna putih keabu-abuan. Pada pemeriksaan iris shadow negatif dan fundus refleks negatif.

Pada stadium ini saat yang baik untuk operasi dengan tehnik intra kapsuler (Tehnik Lama).

d. Katarak hipermatur

Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks lensa mencair dan dapat keluar melalui kapsul lensa.

Dapat terjadi 2 kemungkinan :

• Lensa menjadi kehilangan cairannya terus sehingga mengkerut dan menipis disebut SHRUNKEN KATARAK.

• Korteks lensa melunak dan mencair, sedangkan nucleus tidak mengalami perubahan, akibatnya nucleus jatuh disebut MORGANIAN KATARAK. Operasi pada saat ini kurang menguntungkan karena lebih mudah terjadi komplikasi.

Katarak senile :

o Paling sering dijumpai

o Biasanya umur lebih dari 50 tahun, tapi kadang-kadang mulai umur 40 tahun

o Hampir selalu mengenai kedua mata dengan stadium yang berbeda. Kekeruhan dapat dimulai dari perifer kortek atau sekitar nucleus.

o Gejala utama adalah penglihatan makin lama makin kabur. Sejak mulainya terjadi kekeruhan sampai matur dibutuhkan waktu beberapa tahun.

B. ETIOLOGI

Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak dapat menderita katarak yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan di dalam kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak congenital.

Berbagai factor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor lain dapat mempengaruhi kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa seperti DM dan obat tertentu,sinar ultraviolet B dari cahaya matahari , efek racun dari rokok, dan alcohol, gizi kurang vitamin E, dan radang menahan di dalam bola mata.

Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.

Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, bahan kimia, dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut sebagai katarak traumatic.
C. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan antara protein yang dapat larut dengan protein yang tidak dapat larut dalam membran semi permeable. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tidak dapat diserap, mengakibatkan jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein pada bagian lain sehingga membentuk massa transparan atau bintik kecil di sekitar lensa, membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan katarak.

Terjadinya penumpukan cairan dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan penglihatan.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus di identifikasi awal, karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan permanent. Faktor yang paling sering berperan dalam terjdinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
D. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak pada oftalmoskop.

Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan. Bisa melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia), dan juga penglihatan perlahan-lahan berkurang tanpa rasa sakit.

Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya ada yang mengatur ulang perabot rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelapak lebar atau kacamata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.

Seorang dokter mata akan memeriksa mata dengan berbagai alat untuk menentukan tipe, besar dan letaknya kekeruhan pada bagian lensa. Bagian dalam dari mata diperiksa dengan alat oftalmoskop, untuk menentukan apakah ada kelainan lain di mata yang mungkin juga merupakan penyebab berkurangnya pengliahatan.

Bila diketahui adanya gejala di atas sebaiknya segera diminta pendapat seorang dokter mata. Secara umum seseorang yang telah berusia 40 tahun sebaiknya mendapatkan pemeriksaan mata setiap 1 tahun.

E. PEMERIKSAAN

1) Tak ada tanda-tanda radang (hyperemia tak ada)

2) Iluminasi oblik tampak kekeruhan yang keabu-abuan atau putih dengan bayangan hitam disebut iris shadow.

3) Pemeriksaan dengan optalmoskop tampak warna hitam diatas dasar orange disebut fundus reflek.

4) Pada katarak yang lebih lanjut, kekeruhan bertambah sehingga iris shadow menghilang dan fundus reflek menjadi hitam saja (negatif).
F. PENGOBATAN KATARAK

Apabila penderita masih dapat dikoreksi kacamata, maka diberikan dahulu kacamata. Akan tetapi ukuran kacamata penderita biasanya sangat mudah / cepat berubah. Pengobatan yang paling baik dan tepat saat ini adalah operasi.

Indikasi operasi yaitu :

1) Visus yang menurun yang tak dapat dikoreksi dengan kacamata dan mengganggu aktifitas.

2) Dahulu penderita dioperasi bila visusnya 1/300 s/d tak terhingga (LP+).

Akan tetapi dengan kemajuan tehnologi saat ini katarak dapat dioperasi pada stadium apapun, bila penderita sudah terganggu aktivitasnya.

Macam operasi :

1) Intra Capsular :

Intra catarak extraction (ICCE) mengeluarkan lensa secara utuh.

2) Ekstra Capsular :

Extra capsular catarax extraction (ECCE): mengeluarkan lensa dengan merobek kapsul bagian anterior dan meninggalkan kapsul bagian posterior.

Pada saat ini dimana kemajuan tehnologi yang sudah tinggi, tehnik ECCE lebih disukai karena komplikasinya lebih kecil dan dapat disertai pemasangan lensa implant intra okuler (IOL = intra okuler lens). Sehingga hasil setelah operasi menjadi lebih baik.

Evaluasi sesudah operasi katarak :

Hari 1 sesudah operasi harus sudah dievaluasi yaitu :

1) Perdarahan dibilik mata depan (hifema).

2) Kamera okuli anterior jernih/keruh :

Bila mata depan keruh (flare/sel positif)

o Bilik mata depan keruh (flare /sel positif)

o Mungkin sampai terjadi pengendapan pus di bilik mata depan (hipopion).

o Iris miossi disertai sinekia postrior

3) Perhatikan pupil miosis/midriasis/normal :

o Miosis : biasanya dipergunakan miotikum pada waktu operasi sehingga hari berikutnya pupil menjadi miosis. Miosis ini dapat terjadi bila terjadi uveitis anterior, dan biasanya disertai adanya sinekia posterior.

o Midirasis : dapat terjadi bila ada peningkatan tekanan intra okuler (glaucoma)

o Pupil tidak bulat : terjadi bila pada waktu operasi terjadi korpukasi (korpus viterius keluar).

PENGOBATAN SESUDAH OPERASI KATARAK :

Setelah operasi dapat diberi :

o Kacamata, diberikan bila tanda-tanda iritasi sudah hilang (kurang lebih sesudah 1,5 bulan post op), sudah tidak ada perubahan refraksi (3 x refraksi tiap minggu).

o Lensa Kontak :

Penglihatan lebih baik daripada kacamata, dan dipakai pada operasi katarak unilateral (satu mata).

o Inolan Lensa Intra Okuli (IOL) :

- Implan ini memasukkan ke dalam mata pada saat operasi, menggantikan lensa yang diambil (ECCE).

- Letaknya permanen

- Tidak memerlukan perawatan.

- Visus lebih baik daripada kacamata / lensa kontak.

Kerugian :

o Merupakan benda asing, kemungkinan bereaksi / ditolak oleh tubuh.

o Tehnik operasi lebih sukar/canggih.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang umum terjadi pada pembedahan pembentukan membrane sekunder yang sekunder yang terjadi sekitar 25% pasien dalam 3 sampai 36 bulan setelah pembedahan. Membran yang terbentuk sering disalahartikan dengan opasifikasi kapsul posterior. Membran ini terbentuk sebagai akibat proliferasia sisa epitel lensa. Dapat dibuat lubang melalui membrane (kapsulotomi) dengan jarum atau lazer (laser yag) untuk mengembalikan penglihatan.

Pembedahan katarak biasanya dilakukan dengan dasar pasien rawat jalan. Bila pasien menderita katarak bilateral yang memerlukan ECCE, hanya satu prosedur yang boleh dilakukan saat itu. Kemudian pasien dianjurkan menunggu 6 sampai 8 minggu untuk pembedahan kedua.
H. PENGKAJIAN DAN DIAGNOSIS MENURUT TEORI

1. PENGKAJIAN

a. PENGKAJIAN PRE OPERATIF

Subyektif : keluhan penglihatan

o Kabur secara total

o Hanya melihat baik pada tempat yang redup

o Hanya dapat melihat rangsangan cahaya saja

o Ganda / majemuk pada satu mata.

Indikator verbal dan non verbal dari ansietas.
Obyektif :

o Tidak terdapat tanda-tanda peradangan kecuali pada katarak komplikata yang penyakit intra okulernya masih aktif.

o Pada pemeriksaan penyinaran lensa tampak kelabu atau kekeruhan yang memutih.

o Pada pemeriksaan optalmoskop pada jarak tertentu didapatkan kekeruhan yang berwarna hitam dengan latar belakang berwarna merah.

o Pada pemeriksaan refraksi meningkat. Pada penderita yang tadinya menderita presbiopia kemudian menderita katarak, pada stadium awal dapat membaca tanpa menggunakan kacamata baca.

o Observasi terjadinya tanda-tanda glaucoma karena komplikasi katarak, tersering adalah glaucoma seperti adanya rasa nyeri karena peningkatan TIO, kelainan lapang pandang.
b. PENGKAJIAN POST OPERASI

Data Subyektif

 Nyeri

 Mual

 Diaporesis

 Riwayat jatuh sebelumnya

 Sistem pendukung, lingkungan rumah.

Data Obyektif

 Perubahan tanda-tanda vital

 Respon yang lazim terhadap nyeri.

 Tanda-tanda infeksi

1) Kemerahan

2) Oedema

3) Infeksi kojunctiva (pembuluh darah konjunctiva menonjol).

4) Drainase pada kelopak mata dan bulu mata.

5) Zat purulen

6) Peningkatan suhu

7) Nilai lab: peningkatan leukosit, perubahan leukosit, hasil pemeriksaan kultur sensitifitas abnormal.

 Ketajaman penglihatan masing-masing mata

 Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. PRE OPERATIF

1) Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.

Tujuan : gangguan persepsi sensori teratasi.

Kriteria hasil :

o Dengan penglihatan yang terbatas klien mampu melihat lingkungan semaksimal mungkin.

o Mengenal perubahan stimulus yang positif dan negatif

o Mengidentifikasi kebiasaan lingkungan.

2) Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.

Tujuan : kecemasan teratasi.

Kriteria hasil :

o Mengungkapkan kekhawatirannya dan ketakutan mengenai pembedahan yang akan dijalani.

o Mengungkapkan pemahaman tindakan rutin perioperasi dan perawatan.

b. POST OPERATIF

1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan kekeruhan lensa mata.

Tujuan : nyeri teratasi

Kriteria hasil : klien melaporkan penurunan nyeri secara progresif dan nyeri terkontrol setelah intervensi.

2) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah pengangkatan).

Tujuan : infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil :

 Tanda-tanda infeksi tidak terjadi

 Penyembuhan luka tepat waktu

 Bebas drainase purulen , eritema, dan demam

3) Gangguan sensori – perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/ status organ indera, lingkugan secara terapeutik dibatasi, ditandai dengan :

 Menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan.

 Perubahan respo biasanya terhadap rangsang.

Hasilnya yang diharapkan :

 Meningkatkan ketajaman penglihatn dalam batas situasi individu

 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan

4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan klien kurang mengikuti instruksi, sering bertanya terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

Tujuan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan berupa HE diharapkan klien mengerti dengan kondisi, prognosis,dan pengobatan.

Kriteria hasil :

 Dapat melakukan perawatan dengan prosedur yang benar

 Dapat menyembuhkan kembali apa yang telah dijelasakan

 
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN KATARAK




KASUS:

Nyonya R berumur 45 tahun datang ke rumah sakit. Mengeluh mata sebelah kanannya tidak jelas saat melihat 3 hari yang lalu, mengalami penurunan penglihatan (kabur) dan terasa silau pada saat melihat. Mata klien juga tampak merah dan sering keluar air mata.
I. PENGKAJIAN

Pengkajian diambil tanggal : 01 Desember 2008

Tanggal masuk : 01 Desember 2008

Waktu pengkajian : 01 Desember 2008 jam 15.00 WIB

Ruangan : Bangsal bedah

No. kamar : 12

Diagnosa masuk : Katarak

Dokter penanggung jawab : dr. Aris

No. register : 12345
A. Identitas
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa :Jawa/Indonesia
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Desa Jetis, Kec Gantiwarno, Klaten
2. Identitas Penanggung jawab
Nama : Tn. T
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Desa jetis, Kec Gantiwarno, Klaten
Hubungan dengan pasien : Suami
B. Riwayat Kesehatan
1. Alasan dirawat :
Pasien merasa penglihatan kabur terutama pada mata kanannya.
2. Keluhan utama :
Pasien mengatakan ia merasa cemas karena baru pertama kali MRS dan langsung dilakukan persiapan operasi. Selain itu pasien tidak mengetahui persiapan pre operasi, intra operasi dan post operasi yang harus dilakukannya. Keluarga juga mengatakan bahwa ini merupakan hal yang baru bagi mereka.
3. Riwayat kesehatan sebelum sakit ini :
Pasien tidak pernah menderita penyakit apapun. Pasien tidak ada alergi makanan dan obat – obatan. Opname saat ini merupakan pengalaman yang pertama bagi pasien.
4. Riwayat kesehatan sekarang :
Pasien mengatakan bahwa sejak 3 hari yang lalu penglihatan mulai menurun atau kabur pada mata kanannya. Karena penglihatan mata kanannya makin menurun oleh keluarga di bawa ke Ruang Mata RS Klaten.
5. Riwayat kesehatan keluarga :
Dalam keluarga tidak ada penyakit menurun. Pasien pernah sakit malaria di masa mudanya tetapi tidak opname.
C. Pola aktivitas hidup sehari – hari
Aktivitas sehari – hari Pre masuk RS Di rumah sakit
A. Makan dan minum
1. Nutrisi
2. Minum
Pasien makan tiga kali sehari, tidak ada makanan pantangan
Pasien minum air putih 8 – 10 gelas/hari.
Pasien tidak puasa makan seperti biasa.
Pasien tidak suka minum susu yang disiapkan oleh rumah sakit.
B. Eliminasi
1. BAB
2. BAK
 3. Keringat
1 kali sehari, tidak konstipasi, warna dan jumlah normal serta tidak ada kelainan dan bau
BAK 2 kali/hari, tidak ada kelainan
Berkeringat bila bekerja
Sejak masuk BAB normal dan tidak ada kelainan.
BAK 2 kali perhari, jumlah tidak tentu, warna kuning dan tidak ada kelainan
Berkeringat
C. Istirahat dan tidur
1. Istirahat
2. Tidur
Tidak tentu
Malam hari jam 22.00 – 05.00. Tidak ada kesulitan dalam tidur.
Istirahat di tempat tidur
D. Aktivitas Pasien bekerja sebagai seorang pedagang. Pagi- pagi sudah ke pasar dan siang hari kembali istirahat dan makan di rumah, sebelum MRS penglihatan kabur agak mengganggu aktivitasnya sebagai seorang pedagang. Aktivitas pasien hanya di tempat tidur. Aktivitas harian sperti mandi dan menggosok gigi dilakukan di kamar mandi.
E. Kebersihan diri Pasien mandi 2X/hari, tidak ada hambatan dalam melakukana personal hygiene Pasien mandi pagi dan sore, menggosok gigi. Melakukan personal hygiene di kamar mandi.
F. Rekreasi Pasien kadang menonton tv di rumah anaknya dan juga mendengar radio dalam bahasa Jawa. Tidak bisa dilakukan karena masuk rumah sakit
 Psikososial
a) Psikologi
Persepsi klien terhadap penyakit :
Pasien mengatakan belum mengerti penyebab penyakit yang diderita dan apa yang harus dilakukan terhadap operasi yang akan dijalaninya karena baru pertama kali mengalami hal ini.
Konsep diri :
Pasien mengatakan bahwa perannya sebagai orang tua terganggu apalagi sebagai ibu rumah tangga. Pasien ingat akan rumahnya karena hanya anaknya yang ada di rumah.
Keadaan emosi :
Pasien pasrah saja terhadap apa yang dialaminya.
Kemampuan adaptasi :
Pasien mampu beradaptasi terhadap apa yang dialaminya sekarang.
Mekanisme pertahanan diri :
Pasien menyerahkan sepenuhnya sakit yang dialaminya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b) Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga dan keluarga lain harmonis, dimana anak – anaknya secara bergantian menunggu dan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Saat berinteraksi dengan perawat, pasien kontak mata terus dan sangat memperhatikan apa yang dijelaskan walaupun harus diterjemahkan
dahulu oleh keluarga.
c) Spiritual
Pelaksanaan ibadah : pasien beribadah 5 waktu. Keyakinan menurun karena sudah tua dan sakit.
D. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum :
Nampak tenang, kesadaran baik, tampak sakit ringan. Tingkat kesadaran compos mentis, GCS : 4 – 5 – 6. Ciri tubuh kulit keriput dan sawo matang, rambut air. Tanda vital : nadi 130 X/menit, RR 22 X/menit, tekanan darah 160/100 mmHg.
Head to toe
1. Kepala
Bentuk kepala bulat, tidak ada luka atau cedera kepala dan kulit kepala tidak ada kotoran atau bersih, kulit keriput karena faktor usia yang sudah tua.
2. Rambut
Rambut lurus, warna putih. Nampak bersih, tidak ada ketombe.
3. Mata (penglihatan).
Mata simetris, penglihatan menurun, kekeruhan pada lensa kanan secara menyeluruh, lensa mata warna putih keabu–abuan, refleks cahaya positif, posisi bola mata tengah, dan tidak menggunakan alat bantu, mata tampak kelihatan merah, stadium katarak senile matur.
4. Hidung (penciuman).
Bentuk normal, tidak ada kelainan seperti deviasi septum, mempunyai dua lubang, peradangan mukosa dan polip tidak ada, sedangkan fungsi penciuman normal.
5. Telinga (pendengaran).
Ketajaman pendengaran baik, bentuk normal : simetris kiri dan kanan, fungsi pendengaran baik, tidak ada serumen dan cairan, serta alat bantu tidak ada.
6. Mulut dan gigi.
Bentuk bibir normal. Tidak ada perdarahan dan peradangan pada mulut. Jumlah gigi utuh, ada karang/caries, tepi lidah tidak hiperemik, tidak ada benda asing atau gigi palsu. Sedangkan fungsi pengecapan baik, bentuk dan ukuran tonsil normal serta tidak ada peradangan pada faring.
7. Leher
Kelenjar getah bening, dan tekanan vena jugularis tak ada kelainan (tidak mengalami pembesaran), tidak ada kaku kuduk.
8. Thoraks (fungsi pernapasan)
Inspeksi : simetris, pengembangan dada optimal, frekuensi pernapasan 22x/menit. Palpasi : hangat, ada vokal fremitus, ekspansi paru pada inspirasi dan ekspirasi maksimal. Perkusi : tidak ada penumpukan sekret, tidak ada hiperresonan dan bunyi konsolidasi. Auskultasi : tidak ada ronchii, ataupun wheezing.
9. Abdomen
Inspeksi : tidak ada massa, abdomen simetris, tidak ada jaringan parut, dilatasi vena ataupun kemerahan. Palpasi : tidak ada spasme abdomen, tidak ada nyeri tekanan lepas. Perkusi : tidak ada distensi kandung kemih, ataupun lambung/saluran cerna. Auskultasi : bising usus normal (15 X/menit).
10. Reproduksi (alat kelamin)
Tidak dikaji.
11. Ekstremitas
Tidak ada luka pada tangan kiri dan kanan. Kekuatan cukup, dimana mampu membolak – balikan tangan dan menggerakan kakinya.
12. Integumen
Secara umum kulit kelihatan bersih, tidak ada penyakit kulit. Teraba hangat di dahi dan daerah thoraks. Kulit keriput.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : tidak ada
Radiologi : tidak ada
EKG/USG/IVP : tidak ada
Endoskopi : tidak ada

II. ANALISA DATA
Pre Operasi
Data Etiologi Masalah
Subyektif :
Pasien dan keluarga menanyakan tindakan yang dilakukan di kamar operasi, pasien mengatakan baru pertama kali opname, Obyektif :
Tidak bisa menjawab pertanyaan tentang katarak, persiapan pre dan post operasi, banyak bertanya, tidak sekolah
Kurang terpapar terhadap informasi
Kurang pengetahuan
Subyektif :
mengatakan takut dengan situasi yang asing baginya, menanyakan kemungkinan yang akan terjadi dan menjalani pembedahan, mengatakan aktivitas harian terganggu, pasien mengatakan ingat akan rumahnya.
Obyektif :
Mata tampak merah, lensa keruh dengan putih keabu – abuan, stadium matur dari katarak senil, nadi 110 x/menit, RR : 22 X/menit, tekanan darah 130/70 mmHg, gugup.
Prosedur pembedahan dan kemungkinan hilang pandangan
Ansietas
Diagnosa keperawatan (berdasarkan prioritas)
1. Cemas berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kemungkinan hilang pandangan.
2. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pembedahan, perawatan pre dan post operasi, perawatan diri di rumah berhubungan dengan kurang terpapar akan informasi.
Analisa Data Post operasi (tanggal 02 Desember 2008)
Data Etiologi Masalah
Subyektif :
Pasien mengatakan nyeri ringan di mata kanan
Obyektif :
Ada luka pembedahan (ekstraksi lensa)
Luka pembedahan
Risiko Infeksi
Diagnosa keperawatan (berdasarkan prioritas)
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (ekstraksi katarak).

III. RENCANA KEPERAWATAN

 
No. DX RENCANA KEPERAWATAN


NOC NIC
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan cemasklien dapat berkurang dengan kriteria hasil:
 Kontrol cemas, indikatornya:
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Menyingkirkan tanda kecemasan
c. Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas
d. Mencari informasi untuk menurunkan cemas
 Koping, indikatornya:
a. Menunjukkan fleksibel peran
b. Management masalah
c. Menunjukkan penurunan stress Penurunan kecemasan:
a. Tenangkan klien
b. Jelaskan seluruh prosedur pada klien
c. Berusaha memahami keadaan klien
d. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan
Peningkatan koping:
a. Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
b. Hargai dan diskusikan alternative respon terhadap situasi
c. Gunakan pendekatan tenang dan memberikan jaminan
d. Sediakan informasi actual tentang diagnosa penanganan dan prognosis
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan klien dapat mengerti tentang penyakitnya dengan kriteria hasil:
 Pengetahuan tentang proses penyakit, indikatornya:
a. Mendiskripsikan proses penyakit
b. Mendiskripsikan factor penyakit
c. Mendiskripsikan efek penyakit
d. Mendiskripsikan komplikasi Pengajaran proses penyakit:
e. Kaji kesiapan klien untuk menerima informasi
f. Menentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan klien dapat mengurangi terjadinya control risiko, indicator:
a. Mengetahui risiko
b. Memonitor factor risiko lingkungan
c. Memonitor factor risiko dan tingkah laku
d. Memonitor gaya hidup untuk mengurangi risiko Kontrol infeksi:


a. Observasi dan laporkan tanda dan gejala infeksi
b. Kaji temperature klien tiap 4 jam
c. Istirahat yang adekuat
d. Ajari pasien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi




DAFTAR PUSTAKA



Carpenito, Lynda Juall, (1999), Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 6, Jakarta: EGC


Doengoes, Mariyln E., (2000) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC


Brunner & Suddart. 2001. Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Nanda, Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2005-2006

Aplikasi Diagnosa Keperawatan Nanda Nic-Noc

Marion, Meridean, Moorhead. 2000. Nursing Outcomes Classication. New york: Mosby

Joanne C. Gloria. 1996. Nursing Intervention Clasification. New york: Mosby


Tidak ada komentar: