Selasa, 02 November 2010

NDUT_DWI

DWI ARVENILA NOVIANI
C/KP/VII
04.07.1668










CEFADROXIL














A. Indikasi:
Cefadroxil diindikasikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang sensitif seperti:
• Infeksi saluran pernafasan : tonsillitis, faringitis, pneumonia, otitis media.
• Infeksi kulit dan jaringan lunak.
• Infeksi saluran kemih dan kelamin.
• Infeksi lain: osteomielitis dan septisemia.

B. Kontra Indikasi:
Penderita yang hipersensitif terhadap sefalosporin.



C. Komposisi:
Cefadroxil 500, tiap kapsul mengandung cefadroxil monohydrate setara dengan cefadroxil 500 mg.

D. Cara Kerja:
Cefadroxil adalah antibiotika semisintetik golongan sefalosforin untuk pemakaian oral.
Cefadroxil bersifat bakterisid dengan jalan menghambat sintesa dinding sel bakteri. Cefadroxil aktif terhadap Streptococcus beta-hemolytic, Staphylococcus aureus (termasuk penghasil enzim penisilinase), Streptococcus pneumoniae, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella sp, Moraxella catarrhalis.



E. Dosis:
• Dewasa:
Infeksi saluran kemih: Infeksi saluran kemih bagian bawah, seperti sistitis : 1 – 2 g sehari dalam dosis tunggal atau dua dosis terbagi, infeksi saluran kemih lainnya 2 g sehari dalam dosis terbagi.
Infeksi kulit dan jaringan lunak: 1 g sehari dalam dosis tunggal atau dua dosis terbagi.
Infeksi saluran pernafasan: Infeksi ringan, dosis lazim 1 gram sehari dalam dua dosis terbagi.
Infeksi sedang sampai berat, 1 – 2 gram sehari dalam dua dosis terbagi. Untuk faringitis dan tonsilitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolytic : 1 g sehari dalam dosis tunggal atau dua dosis terbagi, pengobatan diberikan minimal selama 10 hari.

• Anak-anak:
Infeksi saluran kemih, infeksi kulit dan jaringan lunak : 25 – 50 mg/kg BB sehari dalam dua dosis terbagi.
Faringitis, tonsilitis, impetigo : 25 – 50 mg/kg BB dalam dosis tunggal atau dua dosis terbagi. Untuk infeksi yang disebabkan Streptococcus beta-hemolytic, pengobatan diberikan minimal selama 10 hari.

F. Efek Samping:
Gangguan saluran pencernaan, seperti mual, muntah, diare, dan gejala kolitis pseudomembran. Reaksi hipersensitif, seperti ruam kulit, gatal-gatal dan reaksi anafilaksis.
Efek samping lain seperti vaginitis, neutropenia dan peningkatan transaminase.




G. Interaksi Obat:
Obat-obat yang bersifat nefrotoksik dapat meningkatkan toksisitas sefalosporin terhadap ginjal. Probenesid menghambat sekresi sefalosporin sehingga memperpanjang dan meningkatkan konsentrasi obat dalam tubuh. Alkohol dapat mengakibatkan Disulfiram-like reactions, jika diberikan 48 – 72 jam setelah pemberian sefalosporin.



H. Cara Rekonstitusi Suspensi:
Tambahkan 45 ml air minum, kocok sampai suspensi homogen.
Setelah 7 hari suspensi yang sudah direkonstitusi tidak boleh digunakan lagi.

I. Cara Penyimpanan:
Simpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar (15 - 30؛C).


Tanggung jawab perawat dalam pemberian obat :
1. Berikan obat pada saat yang khusus. Obat-obat dapat diberikan ½ jam sebelum atau sesudah waktu yang tertulis dalam resep.
2. Berikan obat-obat yang terpengaruh oleh makanan seperti captopril, sebelum makan
3. Berikan obat-obat, seperti kalium dan aspirin, yang dapat mengiritasi perut ( mukosa lambung ) bersama-sama dengan makanan.
4. Tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan untuk pemeriksaan diagnostik, seperti endoskopi, tes darah puasa, yang merupakan kontraindikasi pemberian obat.
5. Periksa tanggal kadaluarsa. Jika telah melewati tanggalnya, buang atau kembalikan ke apotik ( tergantung peraturan ).
6. Antibiotika harus diberikan dalam selang waktu yang sama sepanjang 24 jam ( misalnya setiap 8 jam bila di resep tertulis t.i.d ) untuk menjaga kadar darah terapeutik.

Rute yang benar perlu untuk absorpsi yang tepat dan memadai. Rute yang lebih sering dari absorpsi adalah (1) oral ( melalui mulut ): cairan , suspensi ,pil , kaplet , atau kapsul . ; (2) sublingual ( di bawah lidah untuk absorpsi vena ) ; (3) topikal ( dipakai pada kulit ) ; (4) inhalasi ( semprot aerosol ) ; (5)instilasi ( pada mata , hidung , telinga , rektum atau vagina ) ; dan empat rute parenteral : intradermal , subkutan , intramuskular , dan intravena.
a. Nilai kemampuan klien untuk menelan obat sebelum memberikan obat – obat per oral
b. Pergunakan teknik aseptik sewaktu memberikan obat . Teknik steril dibutuhkan dalam rute parenteral .
c. Berikan obat- obat pada tempat yang sesuai .
d. Tetaplah bersama klien sampai obat oral telah ditelan.



Hak – Hak Klien dalam Pemberian Obat
1. Hak Klien Mengetahui Alasan Pemberian Obat
Hak ini adalah prinsip dari memberikan persetujuan setelah mendapatkan informasi ( Informed concent ) , yang berdasarkan pengetahuan individu yang diperlukan untuk membuat suatu keputusan .
2. Hak Klien untuk Menolak Pengobatan
Klien dapat menolak untuk pemberian suatu pengobatan . Adalah tanggung jawab perawat untuk menentukan , jika memungkinkan , alasan penolakan dan mengambil langkah – langkah yang perlu untuk mengusahakan agar klien mau menerima pengobatan . Jika suatu pengobatan dtolak , penolakan ini harus segera didokumentasikan. Perawat yang bertanggung jawab, perawat primer, atau dokter harus diberitahu jika pembatalan pemberian obat ini dapat membahayakan klien, seperti dalam pemberian insulin. Tindak lanjut juga diperlukan jika terjadi perubahan pada hasil pemeriksaan laboratorium , misalnya pada pemberian insulin atau warfarin

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa pemberian obat pada klien merupakan fungsi dasar keperawatan yang membutuhkan ketrampilan teknik dan pertimbangan terhadap perkembangan klien. Perawat yang memberikan obat-obatan pada klien diharapkan mempunyai pengetahuan dasar mengenai obat dan prinsip-prinsip dalam pemberian obat.

Tidak ada komentar: