Senin, 12 Juli 2010

UPIT TRI WAHYUNINGSIH / 04071859


Penyakit Menular Seksual (PMS)
I. Pengertian PMS
Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah : Suatu gangguan/ penyakit-penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak atau hubungan seksual. Pertama sekali penyakit ini sering disebut ‘Penyakit Kelamin’ atau Veneral Disease, tetapi sekarang sebutan yang paling tepat adalah Penyakit Hubungan Seksual/ Seksually Transmitted Disease atau secara umum disebut Penyakit Menular Seksual (PMS).
Penyakit ini sudah ada sejak zaman Mesir, dimana sebagai ilustrasi, pada tahun 1974 telah ditemukan sebanyak 850.000 kasus PMS/ tahun, dan diantaranya terdapat 1255 kasus Sifilis/ tahun.
Pengertian lain, Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang menyerang manusia dan binatang melalui transmisi hubungan seksual, seks oral dan seks anal. Kata penyakit menular seksual semakin banyak digunakan, karena memiliki cakupan pada arti’ orang yang mungkin terinfeksi, dan mungkin mengeinfeksi orang lain dengan tanda-tanda kemunculan penyakit.
Penyakit menular seksual juga dapat ditularkan melalui jarum suntik dan juga kelahiran dan menyusui. Infeksi penyakit menular seksual telah diketahui selama ratusan tahun.
Beberapa Penyakit Menular Seksual yang sering ditemukan di Indonesia al:
  • Disebabkan oleh Bakteri : Gonorrhoe, Sifilis, Urethritis, Vaginosis Bakterial
  • Disebabkan Virus : AIDS, Herpes Genitalis, Hepatitis B, Kondiloma Akuminata
  • Disebabkan oleh Jamur : Kandidiasis Vaginosis
  • Disebabkan oleh Parasit : Scabies, Pedikulosis Pubis
Pergaulan bebas di generasi muda Indonesia kini menjadi tak terbantahkan. Budaya Barat telah membunuh paksa budaya ketimuran kita yang terkenal beradab. Disini saya tidak menyebut budaya barat tidak beradab. Tetapi ada begitu banyak perbedaan budaya yang terlampau jauh sehingga bangsa Indonesia mengalami pergeseran budaya.
Pergaulan ini mungkin sebuah trend tersendiri untuk menyebut diri kita sebagai kaum metropolis. Namun yang harus disadari adalah ada begitu banyak efek samping negative dari pergaulan bebas. Salah satunya penyakit seksual. Jika kita melakukan hubungan seksual dengan orang lain, walaupun hanya sekali, kita dapat terkena PMS.
II. Pencegahan PMS
Prinsip utama dari pengendalian Penyakit Menular Seksual secara prinsip ada dua, yaitu:
  • Memutuskan rantai penularan infeksi PMS
  • Mencegah berkembangnya PMS serta komplikasi-komplikasinya.
Dengan pencegahan secara tepat dan penganan secara dini PMS bisa ditangani dengan lebih baik. Yang penting sekali diingat adalah bentuk-bentuk gejala awal yang menjadi pertanda PMS, diantaranya :
  1. benjolan atau lecet di sekitar alat kelamin
  2. gatal atau sakit di sekitar alat kelamin
  3. bengkak atau merah di sekitar lat kelamin
  4. rasa sakit atau terbakar saat buang air kecil
  5. buang air kecil lebih sering dari biasanya
  6. demam, lemah, kulit menguning dan rasa nyeri sekujur tubuh
  7. kehilangan berat badan, diare dan keringat malam hari
  8. keluar cairan dari alat vital yang tidak biasa, berbau dan gatal
  9. pada wanita keluar darah di luar masa menstruasi dll
Bila merasakan gejala-gejala seperti di atas, sebaiknya perlu diwaspadai kemungkinan-kemungkinan adanya infeksi kuman PMS.
Pencegahan yang bisa dilakukan antara lain :
  • tidak melakukan hubungan seks· tidak berganti-ganti pasangan· menggunakan kondom setiap hubungan seks
  • menghindari transfusi darah dengan donor yang tidak jelas asal-usulnya
  • kebiasaan menggunakan alat kedokteran maupun non medis yang steril
Yang lebih penting dari semua itu adalah menjaga nilai-nilai moral, agama, nilai etika dan norma kehidupan bermasyarakat karena dengan moral dan etika yang baik kita akan terhindar dari gangguan atau penyakit yang akan membawa kita dalam masalah serius.
Penyakit kelamin sudah lama dikenal di beberapa negara, terutama yang paling populer di antaranya adalah Sifilis dan Gonorrhoe. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, makin banyak juga ditemukan jenis-jenis penyakit baru, sehingga istilah Penyakit Kelamin yang dulu banyak disebut sudah dianggap tidak sesuai lagi dan diubah menjadi Seksually Transmited Disease (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS). Karena pada kenyataanya penyakit-penyakit tersebut tidak hanya mengenai juga organ-organ yang lain.Dari tahun ke tahun insiden PMS bisa dikatakan semakin meningkat, terbukti dari data yang diperoleh terlihat setiap tahun tidak kurang dari 250 kasus baru ditemukan dan dari jumlah tersebut 30-50% merupakan penyakit-penyakit yang tergolong PMS. Peningkatan Insident tersebut secara tidak langsung juga terjadi karena semakin banyaknya kelompok perilaku-perilaku berisiko tinggi, seperti : anak-anak usia remaja, PSK (Pekerja Seks Komersial), pecandu narkotika, kaum homoseksual, dll.
PMS menjadi pembicaraan yang begitu penting setelah muncul kasus penyakit AIDS yang menelan banyak korban meninggal dunia, dan sampai sekarang pengobatan yang paling manjur masih belum ditemukan. Apalagi komplikasi dari PMS (termasuk AIDS) bisa dibilang banyak dan akibatnya pun cukup fatal, antara lain :
  • kemandulan
  • kecacatan
  • gangguan kehamilan
  • kanker
  • kematian
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pola penyakit ini secara prinsip terbagi 2 faktor, yaitu : faktor medis dan faktor sosial.
III. Seksualitas dan Penyakit Menular Seksual

Ada dua jenis penyakit menular seksua l yang paling umum yaitu Human Pappilomavirus (HPV) dan Chlamydia, keduanya menyebar tanpa menunjukkan adanya gejala tertentu.
Para penderita HPV pada umumnya tidak akan mengetahui terkena virus itu setelah tiga minggu. Mereka tidak akan merasa sakit dan merasa sehat saja. Padahal virus tersebut sangat berbahaya jika tidak segera diobati. Virus tersebut akan menyebabkan perubahan sel-sel pada leher rahim yang pada kasus tertentu akan mengakibatkan penyakit kanker.
Dalam kasus chlamydia, sebagian besar penderita juga tidak menunjukkan gejala tertentu. Jika positif terinfeksi chlamydia, sebaiknya Anda dan pasangan menjalani pengobatan antibiotik selama tujuh hari. Bila tidak segera diperiksakan, virus ini bisa menyebabkan penyakit radang rongga pinggul, yaitu infeksi pada saluran reproduksi bagian atas, serta bisa menyebabkan kemandulan.
Karena itu, setiap wanita di bawah 25 tahun yang telah melakukan hubungan seks secara aktif sebaiknya melakukan tes chlamydia, setidaknya setahun sekali.
Perempuan lebih rentan tertular PMS dibandingkan dengan laki-laki. Alasan utamanya adalah:
·Saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar oleh cairan sperma. Jika sperma terinfeksi oleh PMS, maka perempuan tsb pun bisa terinfeksi
·Jika perempuan terinfeksi PMS, dia tidak selalu menunjukkan gejala. Tidak munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan menimbulkan komplikasi
·Banyak orang — khususnya perempuan dan remaja — enggan untuk mencari pengobatan karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu mereka menderita PMS.

Jika dibiarkan saja tanpa ditangani, PMS dapat menghancurkan orang yang terinfeksi, seperti:
·Kemandulan baik pria atau wanita
·Kanker leher rahim pada wanita
·Kehamilan di luar rahim
·Infeksi yang menyebar
·Bayi lahir dengan kelahiran yang tidak seharusnya, seperti lahir sebelum cukup umur, berat badan lahir rendah, atau terinfeksi PMS
·Infeksi HIV

IV. Gejala Umum Penyakit Menular Seksual
TABEL GEJALA UMUM PENYAKIT MENULAR SEKSUAL
Gejala
Perempuan
Laki-laki
Luka
Luka dengan atau tanpa rasa sakit, disekitar alat kelamin, anus, mulut atau bagian tubuh yang lain. Tonjolan kecil-kecil, diikuti luka yang sangat sakit di sekitar alat kelamin
Cairan tidak normal
Cairan dari vagina bisa gatal, kekuningan, kehijauan, berbau atau berlendir. Duhtubuh bisa juga keluar dari anus.
Cairan bening atau berwarna berasal dari pembukaan kepala penis atau anus.
Sakit pada saat bunag air kecil
PMS pada wanita biasanya tidak menyebabkan sakit atau burning urination
Rasa terbakar atau rasa sakit selama atau setelah urination terkadang diikuti dengan duhtubuh dari penis
Perubahan warna kulit
terutama di bagian telapak tangan atau kaki. Perubahan bias menyebar ke seluruh bagian tubuh
Tonjolan seperti jengger ayam
Tumbuh tomjolan seperti jengger ayam di sekitar alat kelamin
Sakit pada bagian bawah perut
Rasa sakit yang muncul dan hilang, yang tidak berkaitan dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi saluran reproduksi (infeksi yang telah berpindah ke bagian dalam system reproduksi, termasuk servik, tuba falopi, dan ovarium)
Kemerahan
Kemerahan pada sekitar alat kelamin, atau diantara kaki
Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di kantong zakar
Gejala lain dari HIV/AIDS
  • Demam
  • Keringat malam
  • Sakit kepala
  • Kemerahan di ketiak, paha atau leher
  • Mencret yang terus menerus
  • Penurunan berat badan secara cepat
  • Batuk, dengan atau tanpa darah
  • Bintik ungu kebiruan pada kulit



V. Virus HIV
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek biasa.
VI. Penyakit AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.

VII. Metode / Teknik Penularan dan Penyebaran Virus HIV AIDS

Metode / teknik penularan dan penyebaran virus HIV AIDS :
vDarah
Contoh : Tranfusi darah, terkena darah hiv+ pada kulit yang terluka, terkena darah menstruasi pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb
vCairan Semen, Air Mani, Sperma dan Peju Pria
Contoh : Laki-laki berhubungan badan tanpa kondom atau pengaman lainnya, oral seks, dsb.
vCairan Vagina pada Perempuan
Contoh : Wanita berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral seks, dll.
vAir Susu Ibu / ASI
Contoh : Bayi minum asi dari wanita hiv+, Laki-laki meminum susu asi pasangannya, dan lain sebagainya.




Cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ :
ØAir liur / air ludah / saliva
ØFeses / kotoran / bab / tinja
ØAir mata
ØAir keringat
ØAir seni / air kencing / air pipis / urin / urine

wahyu anggun rahmawati 04 07 1694 HIPERBILIRUBIN

Gambaran klinis yang sering muncul atau tampak pada bayi adalah timbul gejala kuning yang umumnya muncul antara hari ke-2 sampai hari ke-5.
"Gejala kuning ini ditandai dengan meningkatnya kadar bilirubin indirek di dalam darah. Jika gejala yang muncul ringan mungkin bayi tidak memerlukan pengobatan khusus, cukup dengan menjemur di bawah sinar matahari pagi atau hanya perlu terapi sinar biru (blue light) di rumah sakit," jelas Lia.
Kalau berat, biasanya kadar bilirubinnya lebih dari 20 mg/dl atau timbul tanda-tanda keracunan bilirubin antara lain yaitu kejang. Jika terjadi demikian maka harus dilakukan tindakan transfusi tukar. Tindakan ini diperlukan untuk membuang bilirubin indirek yang toksik dalam tubuh bayi tadi. Karena zat dalam jumlah tertentu ini dapat melewati sawar otak dan merusak sel-sel otak tersebut.
Sekali otak terkena, sel-sel otak akan rusak dan tidak bisa digantikan. Akibatnya di kemudian hari, akan terjadi suatu kecacatan pada anak, semisal tuli atau perkembangan intelektualnya jadi kurang sempurna.
HINGGA DEWASA
Untuk mengetahui apakah seorang bayi/anak menderita kekurangan enzim G-6-PD harus dilakukan pemeriksaan darah, yaitu dengan mengukur kadar enzim tersebut di dalam sel darah merahnya. Sayangnya, pemeriksaan terhadap enzim ini belum jadi pemeriksaan rutin yang dilakukan pada setiap bayi baru lahir. Mungkin, dikarenakan biaya yang relatif mahal dan belum dianggap penting.
Pada anak-anak yang usianya lebih besar, gejala yang timbul akibat kekurangan enzim ini biasanya lebih ringan. Biasanya ditandai dengan munculnya tanda-tanda biru pada anggota tubuh yang tiba-tiba dan tidak diketahui jelas penyebabnya. Orang biasanya mengatakan gejala yang timbul tersebut akibat "dijilat setan".
Gejala ini bisa timbul kapan saja, terutama bila daya tahan anak sedang turun, misalnya sedang menderita flu atau mengkonsumsi obat-obatan yang menyebabkan sel darah merah yang rentan itu pecah.
FAKTOR TURUNAN
Kekurangan enzim G-6-PDini diturunkan secara genetik oleh si ibu atau diturunkan secara x-linked. Ibu bisa menurunkan kekurangan enzim ini pada anak laki-lakinya maupun anak perempuannya. Jadi, anak laki-laki dan perempuan yang dilahirkan, bisa normal, bisa juga terkena."Ibu yang mengalami kekurangan enzim G-6-PD biasanya ditandai dengan bila akan mengalami menstruasi tubuhnya suka tampak biru-biru tanpa sebab."
Selain faktor genetik, juga diduga karena faktor lingkungan dan budaya juga sangat memegang peranan penting, seperti penggunaan kapur barus dan minum jamu. Kekurangan enzim ini pun ditemui pada beberapa ras tertentu. Meski tidak jelas juga penyebabnya mengapa hal ini bisa terjadi. "Ada beberapa ras, misalnya ras Afrika yang tinggal di Amerika, lebih sedikit yang ditemui kekurangan enzim G-6-PD dibandingkan orang Afrika yang tinggal di negaranya sendiri. Defisiensi enzim ini ditemukan pula di daerah sekitar Yunani, Afrika Barat, Amerika Utara, Cina, dan Asia Tenggara, seperti Thailand, Filipina, dan Singapura. Umumnya banyak ditemui pada ras Cina."
Karena merupakan faktor turunan atau genetik, menurut Lia, tidak bisa disuplai dengan pengobatan dari luar. "Jadi, tidak ada pengobatannya. Yang bisa dilakukan hanya harus menghindari zat atau bahan-bahan yang dapat memicu terjadinya hemolisis atau pecahnya sel darah merah," jelas Lia.
Nah,kalau biasanya para ibu yang baru punya bayi senang menaruh kamper/kapur barusdi lemari pakaian anaknya agar tetap wangi, sebaiknya hentikan kebiasaan itu. Karena ada senyawa dalam kapur barus tersebut yang jika bayi menderita kekurangan enzim G-6-PD menghirup udara kamper, sel darah merahnya rentan dan dapat memicu pecahnya sel darah merah tersebut.
Selain itu, hindari pula pajanan obat golongan antimalaria, golongan asam salisilat, golongan sulfa dan jamu-jamuan yang diminum si ibu, dan juga vitamin C dosis tinggi. Bila bayi sudah agak besar, biasanya dokter akan memberikan daftar mengenai obat-obatan apa saja yang boleh dan tidak boleh digunakan. "Sebaiknya ibu melaminatingnya dan menaruh di dompet. Sehingga kalau terjadi sesuatu, Ibu bisa mengetahui bahan-bahan apa saja yang tidak boleh diberikan."  
Dedeh Kurniasih

RAGAM TERAPI UNTUK BAYI KUNING
P enelitian menunjukkan sekitar 70 persen bayi baru lahir mengalami kuning. Meskipun dikategorikan wajar, orang tua tetap harus waspada.
http://www.mail-archive.com/ne@news.gramedia-majalah.com/jpgfUCN1lxR92.jpg"Bayi ibu kuning? Alaaa itu biasa, kok. Jemur saja di bawah sinar matahari tiap pagi. Nanti juga baik sendiri." Saran seperti itu kerap diberikan kepada ibu bila bayi yang baru dilahirkannya dinyatakan kuning.
Cara mengetahui kadar bilirubin bayi baru lahir adalah dengan pemantauan. Bayi "kuning", yang dalam istilah medis disebut ikterus neonatus, terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah hingga melebihi ambang batas normal. Gejalanya, kulit dan bagian putih mata bayi tampak kuning tapi suhu badannya normal.
Namun, tidak semua bayi kuning bisa diobati hanya dengan menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Ada juga yang perlu dirawat inap di rumah sakit untuk menjalani beberapa terapi. Menurut dr. Dewi Murniati, Sp.A., rekomendasi dirawat inap akan diberikan bila bayi terdeteksi memiliki kadar bilirubin di atas ambang normal.
Mengapa sinar matahari yang merupakan sinar ultra-violet dianggap kurang efektif? Padahal sinar ini memang bisa membantu memecahkan kadar bilirubin dalam darah bayi. Seperti diketahui sinar surya yang efektif untuk mengurangi kadar bilirubin adalah saat jam 07.00 sampai 09.00. Ini berarti bayi tak bisa sepanjang waktu disinari, sehingga penurunan kadar bilirubinnya akan lama.
Cuaca yang mendung bahkan hujan juga dapat mengganggu proses penyinaran. Selain itu, merawat bayi kuning di rumah berisiko terhadap keterlambatan deteksi peningkatan kadar bilirubin. Beda kalau bayi dirawat di rumah sakit, ia akan terpantau oleh dokter dari waktu ke waktu.
KAPAN BAYI DINYATAKAN KUNING Untuk bayi yang lahir cukup bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl (miligram perdesiliter darah). Sedangkan bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10 mg/dl. "Jika kemudian kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut, maka ia dikategorikan hiperbilirubin," papar Dewi.
Lalu bagaimana bayi baru lahir bisa mengalami hiperbilirubin? Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel darah merah yang memungkinkan darah mengangkut oksigen). Hemoglobin terdapat dalam eritrosit (sel darah merah) yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Proses pemecahan tersebut menghasilkan hemeglobin menjadi zat heme dan globin. Dalam proses berikutnya, zat-zat ini akan berubah menjadi bilirubin bebas atau indirect. Dalam kadar tinggi bilirubin bebas ini bersifat racun; sulit larut dalam air dan sulit dibuang. Untuk menetralisirnya, organ hati akan mengubah bilirubin indirect menjadi direct yang larut dalam air. Masalahnya, organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal dalam mengeluarkan bilirubin bebas tersebut. Barulah setelah beberapa hari, organ hati mengalami pematangan dan proses pembuangan bilirubin bisa berlangsung lancar.
Masa "matang" organ hati pada setiap bayi tentu berbeda-beda. Namun umumnya, pada hari ketujuh organ hati mulai bisa melakukan fungsinya dengan baik. Itulah mengapa, setelah berumur 7 hari rata-rata kadar bilirubin bayi sudah kembali normal. Tapi ada juga yang menyebutkan organ hati mulai bisa berfungsi pada usia 10 hari.
RAGAM TERAPI
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi harus segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini macam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada. Berikut penjelasan dari Dewi yang berpraktek di RSIA Hermina Daan Mogot, Jakarta.
1.Terapi Sinar (fototerapi) Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang lebih fatal.
Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus mengontrol apakah kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi sudah boleh dibawa pulang.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi akan mengalaminya, hanya pada kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI pada si kecil.
2.Terapi Transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain.
Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar darah,
Bayi kuning? Mungkin tak aneh lagi kedengarannya. Malah sering dianggap biasa sehingga suka diremehkan. Yang pasti,"bayi kuning harus diwaspadai. Jangan-jangan ada sesuatu," terang dr. Pustika Amalia Wahidiyat,SpA,dari RSUPN Ciptomangunkusumo, Jakarta.
Penyebab timbulnya kuning, menurut dokter yang kerap dipanggil Lia ini, tergantung banyak faktor. Bisa merupakan suatu proses yang fisiologis. Bisa karena adanya perbedaan golongan darah dengan si ibu. Misalnya, ibunya bergolongan darah O dan bayinya non O. Kuning juga bisa akibat suatu proses hemolisis, yaitu sel darah merah yang pecah akibat suatu hal antara lain akibat kekurangan enzim G-6-PD.
BISA CACAT
Sedangkan yang dimaksud dengan enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD) adalah suatu enzim yang dibutuhkan oleh suatu rangkaian reaksi yang berfungsi menghasilkan sumber energi bagi sel darah merah (eritrosit) untuk melakukan metabolismenya.
Sumber energi ini sangat penting untuk menjaga sel darah merah dari kerusakan akibat pengaruh oksidasi luar. Sehingga bila sel darah merah kekurangan enzim G-6-PD ini, ia akan mengalami kekurangan energi sehingga sel darah merah akan mudah pecah atau rusak akibat pengaruh oksidasi dari luar.
Gambaran klinis yang sering muncul atau tampak pada bayi adalah timbul gejala kuning yang umumnya muncul antara hari ke-2 sampai hari ke-5.
"Gejala kuning ini ditandai dengan meningkatnya kadar bilirubin indirek di dalam darah. Jika gejala yang muncul ringan mungkin bayi tidak memerlukan pengobatan khusus, cukup dengan menjemur di bawah sinar matahari pagi atau hanya perlu terapi sinar biru (blue light) di rumah sakit," jelas Lia.
Kalau berat, biasanya kadar bilirubinnya lebih dari 20 mg/dl atau timbul tanda-tanda keracunan bilirubin antara lain yaitu kejang. Jika terjadi demikian maka harus dilakukan tindakan transfusi tukar. Tindakan ini diperlukan untuk membuang bilirubin indirek yang toksik dalam tubuh bayi tadi. Karena zat dalam jumlah tertentu ini dapat melewati sawar otak dan merusak sel-sel otak tersebut.
Sekali otak terkena, sel-sel otak akan rusak dan tidak bisa digantikan. Akibatnya di kemudian hari, akan terjadi suatu kecacatan pada anak, semisal tuli atau perkembangan intelektualnya jadi kurang sempurna.
HINGGA DEWASA
Untuk mengetahui apakah seorang bayi/anak menderita kekurangan enzim G-6-PD harus dilakukan pemeriksaan darah, yaitu dengan mengukur kadar enzim tersebut di dalam sel darah merahnya. Sayangnya, pemeriksaan terhadap enzim ini belum jadi pemeriksaan rutin yang dilakukan pada setiap bayi baru lahir. Mungkin, dikarenakan biaya yang relatif mahal dan belum dianggap penting.
Pada anak-anak yang usianya lebih besar, gejala yang timbul akibat kekurangan enzim ini biasanya lebih ringan. Biasanya ditandai dengan munculnya tanda-tanda biru pada anggota tubuh yang tiba-tiba dan tidak diketahui jelas penyebabnya. Orang biasanya mengatakan gejala yang timbul tersebut akibat "dijilat setan".
Gejala ini bisa timbul kapan saja, terutama bila daya tahan anak sedang turun, misalnya sedang menderita flu atau mengkonsumsi obat-obatan yang menyebabkan sel darah merah yang rentan itu pecah.
FAKTOR TURUNAN
Kekurangan enzim G-6-PDini diturunkan secara genetik oleh si ibu atau diturunkan secara x-linked. Ibu bisa menurunkan kekurangan enzim ini pada anak laki-lakinya maupun anak perempuannya. Jadi, anak laki-laki dan perempuan yang dilahirkan, bisa normal, bisa juga terkena."Ibu yang mengalami kekurangan enzim G-6-PD biasanya ditandai dengan bila akan mengalami menstruasi tubuhnya suka tampak biru-biru tanpa sebab."
Selain faktor genetik, juga diduga karena faktor lingkungan dan budaya juga sangat memegang peranan penting, seperti penggunaan kapur barus dan minum jamu. Kekurangan enzim ini pun ditemui pada beberapa ras tertentu. Meski tidak jelas juga penyebabnya mengapa hal ini bisa terjadi. "Ada beberapa ras, misalnya ras Afrika yang tinggal di Amerika, lebih sedikit yang ditemui kekurangan enzim G-6-PD dibandingkan orang Afrika yang tinggal di negaranya sendiri. Defisiensi enzim ini ditemukan pula di daerah sekitar Yunani, Afrika Barat, Amerika Utara, Cina, dan Asia Tenggara, seperti Thailand, Filipina, dan Singapura. Umumnya banyak ditemui pada ras Cina."
Karena merupakan faktor turunan atau genetik, menurut Lia, tidak bisa disuplai dengan pengobatan dari luar. "Jadi, tidak ada pengobatannya. Yang bisa dilakukan hanya harus menghindari zat atau bahan-bahan yang dapat memicu terjadinya hemolisis atau pecahnya sel darah merah," jelas Lia.
Nah,kalau biasanya para ibu yang baru punya bayi senang menaruh kamper/kapur barusdi lemari pakaian anaknya agar tetap wangi, sebaiknya hentikan kebiasaan itu. Karena ada senyawa dalam kapur barus tersebut yang jika bayi menderita kekurangan enzim G-6-PD menghirup udara kamper, sel darah merahnya rentan dan dapat memicu pecahnya sel darah merah tersebut.
Selain itu, hindari pula pajanan obat golongan antimalaria, golongan asam salisilat, golongan sulfa dan jamu-jamuan yang diminum si ibu, dan juga vitamin C dosis tinggi. Bila bayi sudah agak besar, biasanya dokter akan memberikan daftar mengenai obat-obatan apa saja yang boleh dan tidak boleh digunakan. "Sebaiknya ibu melaminatingnya dan menaruh di dompet. Sehingga kalau terjadi sesuatu, Ibu bisa mengetahui bahan-bahan apa saja yang tidak boleh diberikan."  
Dedeh Kurniasih
Bayi ibu kuning? Alaaa itu biasa, kok. Jemur saja di bawah sinar matahari tiap pagi. Nanti juga baik sendiri." Saran seperti itu kerap diberikan kepada ibu bila bayi yang baru dilahirkannya dinyatakan kuning.
Cara mengetahui kadar bilirubin bayi baru lahir adalah dengan pemantauan. Bayi "kuning", yang dalam istilah medis disebut ikterus neonatus, terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah hingga melebihi ambang batas normal. Gejalanya, kulit dan bagian putih mata bayi tampak kuning tapi suhu badannya normal.
Namun, tidak semua bayi kuning bisa diobati hanya dengan menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Ada juga yang perlu dirawat inap di rumah sakit untuk menjalani beberapa terapi. Menurut dr. Dewi Murniati, Sp.A., rekomendasi dirawat inap akan diberikan bila bayi terdeteksi memiliki kadar bilirubin di atas ambang normal.
Mengapa sinar matahari yang merupakan sinar ultra-violet dianggap kurang efektif? Padahal sinar ini memang bisa membantu memecahkan kadar bilirubin dalam darah bayi. Seperti diketahui sinar surya yang efektif untuk mengurangi kadar bilirubin adalah saat jam 07.00 sampai 09.00. Ini berarti bayi tak bisa sepanjang waktu disinari, sehingga penurunan kadar bilirubinnya akan lama.
Cuaca yang mendung bahkan hujan juga dapat mengganggu proses penyinaran. Selain itu, merawat bayi kuning di rumah berisiko terhadap keterlambatan deteksi peningkatan kadar bilirubin. Beda kalau bayi dirawat di rumah sakit, ia akan terpantau oleh dokter dari waktu ke waktu.
KAPAN BAYI DINYATAKAN KUNING Untuk bayi yang lahir cukup bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl (miligram perdesiliter darah). Sedangkan bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10 mg/dl. "Jika kemudian kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut, maka ia dikategorikan hiperbilirubin," papar Dewi.
Lalu bagaimana bayi baru lahir bisa mengalami hiperbilirubin? Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel darah merah yang memungkinkan darah mengangkut oksigen). Hemoglobin terdapat dalam eritrosit (sel darah merah) yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Proses pemecahan tersebut menghasilkan hemeglobin menjadi zat heme dan globin. Dalam proses berikutnya, zat-zat ini akan berubah menjadi bilirubin bebas atau indirect. Dalam kadar tinggi bilirubin bebas ini bersifat racun; sulit larut dalam air dan sulit dibuang. Untuk menetralisirnya, organ hati akan mengubah bilirubin indirect menjadi direct yang larut dalam air. Masalahnya, organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal dalam mengeluarkan bilirubin bebas tersebut. Barulah setelah beberapa hari, organ hati mengalami pematangan dan proses pembuangan bilirubin bisa berlangsung lancar.
Masa "matang" organ hati pada setiap bayi tentu berbeda-beda. Namun umumnya, pada hari ketujuh organ hati mulai bisa melakukan fungsinya dengan baik. Itulah mengapa, setelah berumur 7 hari rata-rata kadar bilirubin bayi sudah kembali normal. Tapi ada juga yang menyebutkan organ hati mulai bisa berfungsi pada usia 10 hari.
RAGAM TERAPI
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi harus segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini macam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada. Berikut penjelasan dari Dewi yang berpraktek di RSIA Hermina Daan Mogot, Jakarta.
1.Terapi Sinar (fototerapi) Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang lebih fatal.
Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus mengontrol apakah kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi sudah boleh dibawa pulang.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi akan mengalaminya, hanya pada kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI pada si kecil.
2.Terapi Transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain.