Rabu, 30 Juni 2010

MIOMA UTERI


Mioma Uteri

  1. Sekilas tentang Mioma Uteri
                  Mioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan           jaringan ikat yang menumnpang, sehingga dalam kepustakaan  dikenal dengan       istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid.
                  Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun       mempunyai sarang mioma, dan pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih     banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan sebelum menarche. Di Indonesia    mioma uteri ditemukan 2,39  - 11,7% pada semua ginekologi yang dirawat.
            Pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 Kg. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita umur 20 tahun, paling banyak pada umur 35 – 45 tahun (± 25%). Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh lebih cepat. Setelah menopause banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih lanjut.
            Perlu disadari bahwa 25 – 35% dari penderita mioma memerlukan tindakan histerektomi. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan per abdominam atau per vaginam (Wiknyosastro, 1997).
            Porro (1976) melakukan histerektomi pada kasus infeksi intrapartal berat tanpa mengeluarkan janin dari dalam rahim. Usaha tersebut berhasil mencegah kematian ibu sehingga pada tahun 1880 diakui oleh para sarjana secara luas. Histerektomi segera setelah Sectio Caesario (SC) dahulu semata-mata dilakukan untuk mengurangia ngka kematian ibu akibat perdarahan dan infeksi yang bersumber dari rahim.
  1. Defenisi Mioma Uteri
                        Mioma uteri adalah suatu tmor jiak lapisan miometrium yang mempunyai sifat konsistensi padat dan kenyal, berbatas tegas, dan mempunyai pseudokapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multiple dengan ukuran mulai dari mikroskopik sampai lebih dari 50 KG. Menurut Barbara C. Long, 1985 Mioma Uteri adalah suatu tumor yang sebagian besar menutupi saluran genital pada wanita, terutama wanita yang mempunyai ciri-ciri tersendiri pada otot uterus dan jaringan penyambung
  1. Etiologi
            Penyebab secara pasti tidak diketahui, namun diperkirakan berasal dari “ Immature Muscle Cellnest” dalam miometrium yang berproliferasi akibat rangsangan terus menerus oleh hormon estrogen, sehingga terbentuk tumor yang terdiri dari jaringan otot, jaringan ikat fibrous dan banyak pembuluh darah.  Hal ini sulit terdeteksi pada saat ini di amna gejalanya sulit diketahui secara pasrti, biasanya cendrung didapatkan pada keadaan sebelum menopause atau di bawah 50 tahun. Mioma uteri tidak terjadoi setelah menopause, bahkan yang telah ada pun biasanya mengecil bila mendekati menopause. Bila bertambah besar pada masa menopause perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya suatu keganasan/maligna.
            Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur.
  1. Patologi Anatomi
                  Sarang mioma di uterusberasal dari serviks ueterus 1 – 3%, sisanya dari       korpus uteri. Menurut letaknya, mioma dibagi menjadi :
    1. Mioma submukosa ; berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus, dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, yg kemudian dilahirkan melalui serviks yang disebut myomgburt.
    2. Mioma intra mural ; terdapat didinding uterus diantara serabut miometrium
    3. Mioma suberosum ; tumbuh ke luar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain seperti ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut wendering/parasistic fibroid.
Mioma uteri sering didapati pada wanita nulipara atau yang kurang su bur. Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi pada sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini karena disebabkan karena berkurangnya suplai darah pada sarang mioma. Adapun perubahan sekunder yang terjadi; atropi, degenerasi, hialing, degenerasi kistik, degenerasi membatu (calcireous degeneration), degenerasi merah ( carneous degeneration), degenerasi lemak.
  1. Tanda dan Gejala
      Tidak selalu membei tanda dan gejala, dan pembesarannya tidak selalu terdeteksi oleh pasien terutama bila pasien gemuk. Tanda dari mioma tergantungdari lokasi, besar, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala mioma dapat digolongkan sebagai berikut;
a.       Perdarahan abnormal; hypermenorhoe, menorargia, metorargia
b.      Rasa nyeri, timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma,      yang disertai nekrosis dan peradangan
c.       Gejala dan tanda penekanan. Ganguan tergantung dari besar dan tempat     mioma. Penekanan ini dapat menyebabkan terjadinya poliuri, retensio   urine, tenesmia, edema tungkai dan nyeri panggul.
Selain gejala tersebut ada beberapa gejala sekunder yang mungkin timbul seperti; anemia, lemah, pusing, sesak nafas, dan eritrositosis pada mioma yang besar.
  1. Komplikasi :
a.       Degenerasi ganas
      Keganasan umumnya ditemukan setelah pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan atas keganasan bila mioma cepat membesar dalam keadaan menopause
b. Torsi (putaran tangkai)
      Sarang mioma yang berangkai dapat mengalami torsi, menimbulkan gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis yang mengakibatkan terjandinya sindroma bdomen akut.
  1. Diagnosis
a.       Bimanual akan mengungkapkan adanya tumor padat uterus
b.      Dilatasi dan kuretase bertingkat pada penderita yang disertai dengan perdarahan untuk menyingkirkan pathologi lain pada endometrium (hiperplasia endometrium atau adenokarsinoma endometrium).
c.       Ultrasonografi
d.      Pemeriksaan pathologi anatomi bahan operasi
e.       Histeroscopy atau histerosgrafi
f.       Radiografi
g.      Pemeriksaan laboratorium
Diagnosa banding
-          Kehamilan
-          Neoplasma ovarium
-          Endometriosis
-          Kanker uterus
-          Kelainan bawaan uterus
-          Tumor solid rongga pelvis non ginekologis
  1. Penatalaksanaan Medis
a . Terapi konservatif dengan pemeriksaan periodik dan pemberian GnRH agonist yang berfungsi mengatur reseptor gonadotropin di hipofisis untuk mengurangi sekresi gonadotropin yang mempengaruhi leiomioma dengan menghasilkan degenerasi hialin di miometrium sehingga uterus menjadi kecil.
b. Pengobatan operatif ; miomektomi dan histerektomi. Pada pasien yang mengalami penanganan operasi pengobatan dibagi menjadi 3 tahapan ;
o   Pra bedah
      Bertujuan untuk mempelancar jalannya pembedahan dan      mencegah terjadinya komplikasi pemberian obat premedikasi
o   Intra bedah
      Pasien mendapatkan obat anestesi, pengelolaan cairan, monitoring   keadaan umum dan tanda-tanda vital
o   Pasca bedah
      Pengelolaan terapi antibiotik, analgetik, perangsang peristaltik         usus, anti perdarahan dan vitamin
c. Radioterapi, bertujuan agar ovarium dapat berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause. Umumnya hanya dikerjakan bila terdapat kontra indikasi terhadap tindakan operatif.
I.  Teori Histerektomi
  1.  Defenisi
                     Histerektomi adalah pengankatan rahim atas indikasi obstetrik baik sebagian (sub total) tanpa serviks ataupun seluruhnya (total). Histerektomi dalam kebidanan dapat dilakukan saat SC, pasca persalinan atau ruptur uteri. Histerektomi saesaria bertujuan untuk menghentikan perdarahan yang banyak akibat atonia atau kelainan anatomik yang dapat menghalangi kontraksi uterus.
2. Indikasi :
                     Histerektomi dilakukan pada :
o   Ruptura uteri
o   Perdarahan yang tidak dapat terkontrol : atonia uteri, afibrinogemia atau hpofibrinogenemia pada solotio placenta, arteri uetrinae terputus, placenta inkreta dan perkreta, hematoma yang luas pada rahim
o   Infeksi intrapartal berat
o   Uterus miomatosus yang besar
o   Kematian janin dalam rahim, missed abortion dengan kelainan darah
o   Kanker leher rahim
o   Kehamilan abdomen




  1. Asuhan Keperawatan
      a. anamnesa :
            Ditujukan untuk mengetahui riwayat menstruasi, dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembedahan dan mengantisipasi masalah spesifik pada reproduksi serta keluahan pasca histerektomi, misal :
-          Keluahan nyeri pada vagina
-          Gangguan eliminasi
-          Menurunnya sensasi vagina
-          Nyeri atau kramp daerah supra pubik
Juga perlu dikaji riwayat psikososial spiritual :
-          Tingkat pengetahuan tentang alasan dan dampak operasi
-          Kecemasan, ketakutan dan khawatir terhadap tindakan pembedahan, atau masalah spesifik berhubungan dengan fungsi reproduksi dan fungsi          seksual
-          Masalah konsepdiri karena kehilangan organ tubuh
b. Pemeriksaan fisik
      dari kepala hingga ujung kaki meliputi persiapan pre operasi dan pasca operasi
c. Pemeriksaan Diagnostik
      - Papsmear (keganasan displasia sel)
      - Ultra sound arau CT scan untuk mengidentifikasi ukuran dan lokasi masa
      - Laparascopy untuk mengetahui adanya tumor, dan perubahan endometrium
      - Biopsi, Hemoglobin, Hematokrit
Prioritas Keperawatan
a.       Mencegah & membatasi komplikasi
b.      Dukungan untuk dapat beradaptasi dengan perubahan
c.       Memberikan informasi ttg prosedur, prognosis dan pengobatan serta perawatan yang akan diberikan



            Diagnosa Keperawatan:
a.       Ketidak tahuan atau kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi, takut tentang beberap aspek pembedahan
      Tujuan :
      Klien mampu menunjukkan perasan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam menghadapi kondisinya (mengungkapkan pemahaman tentang pembedahan, melaporkan berkurangnya perasaan cemas atau gugup, ekspresi wajah rileks)
b.      Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan
      Tujuan
1)      Pemberian perawatan akan mengidentifikasi faktor0faktor resiko individu dan intervensi untuk mengurangi resiko infeksi
2)      Mempertahankan lingkungan aseptik yang aman
c.       Nyeri berhubungan dengan pembedahan
      Tujuan ;
     Klien menunjukan berkurangnya rasa tidak nyaman(fostur tubuh rileks dan              tidak mengeluh)
d.      Gangguan konsep diri (harga diri) berhubungan dengan ketidak mampuan mempunyai anak, perubahan status, pengaruh hubungan seksual
      Tujuan :
1)      Ungkapan klien tentang prosedur pembedahan
2)      Ungkapan penerimaan dan beradaptasi terhadap perubahan harga diri dan gambaran diri




By: Elin Hernawati                                                               
04.07.1671
C/KP/VI






-           

      
                    
  
                 













     


     

     
     

Senin, 28 Juni 2010

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER PAYUDARA

Annie Muyassaroh
04.07.1654
C/KP/VI


ChEkO’s...”AaaayEeee”

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER PAYUDARA

I.DEFINISI
Keganasan yang berasal dari parenkim, stroma, areola dan papilla mammae.
Karsinoma mamma adalah karsinoma yang berasal dari parenkim, stroma, areola dan papilla mamma. (Lab. UPF Bedah RSDS, 1984 ).

II. ETIOLOGI

Penyebab karsinoma payudara tidak diketahui, tetapi multifaktorial :
a. Factor genetic
b. Hormonal
Kontak yang cukup lama dengan estrogen mempunyaio factor resuiko menderita ca payudar. Juga diperkirakan prolaktin sebagai etiologi ca payudara.
c. Virus

III. PATOFISIOLOGI

MAMMAE
-Estrogen dan progesterone
-Hipopise anterior/posterior Positif
-Hiperplasi sel parenkim, areola, papilla
-Tumor Mammae
-Tumor Padat Tumor Kistik Nipple Discharge Non Palpable Mass Nipple Discharge
-Tumor Jinak, Ganas
OPERASI
CHEMOTERAPI
RADIASI

IV. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis kanker payudara dapat berupa benjolan pada payudara, erosi atau eksema putting susu, atau berupa perdarahan pada putting susu. Umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudar. Benjolan itu mula-mula kecil, makin lama makin besar, lalu melekat pada kulit payudar atau pada putting susu.Kulit atau putting susu tadi menjadi tertarik kedalam (retraksi), berwarna merah muda atau kecoklat-coklatan samapi menjadi oedema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk (peau d’orange, mengkerut, atau timbul borok (ulkus)pada payudarra.

Borokitu makin lama makin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah. Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul kalau tumor sudah besar, sudah timbul borok, atau kalau sudah ada metastase ke tulang-tulang. Kwmudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak (edema) pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh.
Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui criteria operbilitas Heagensen sebagai berikutr: terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih1/3 luas kulit payudara);adanya nodul satelit pada kulit payudar; kanker payudara jenis mastitis karsinimatosa; terdapat model parasternal; terdapat nodul supraklavikula; adanya edema lengan;adanya metastase jauh; setra terdapat dua dari tanda-tanda ocally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding thoraks, kelenjar getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain.

Keluhan penderita kanker payudara (Lab. UPF Bedah RSDS, 1984):
1. Mungkin tidak ada
2. tumor mammae umumny atidak nyeri
3. ulkus/perdarahan dari ulkus
4. erosi putting susu
5. perdarahan.keluar cairan dari putting susu
6. nyeri pada payudara
7. kelainan bentuk payu dara
8. keluhan karena metastase

Gambaran klinis kanker mammae yang khas pada usia 35 tahun/lebih (Lab. UPF Bedah RSDS, 1984) :
1. Tumbuh progresif
2. invasi atau nekrose
a. Batas tak jelas
b. Bentuk tidak teratur
c. Mobilitas terbatas
d. Retraksi kulit/papil
e. Eritem kulit
f. Peaue d’orange g. nodul satelit
h. ulkus
i. tumor melekat dengan “
- kulit
- m. pektoralis
- dinding thoraks

3. Mengadakan metastase
1. Regional
a. pembesaran kel;enjar linfe aksila
b. pembesaran kelenjar limfe mammaria interna
2. Organ jauh

V. FAKTOR RESIKO

1. Riwayat keluarga
Resiko untuk menderita ca payudara 2-3 kali lipat lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita karsinoma paydara. Kemungkinan lebih besar bila ibu atau saudara kandung menderitakanker bilateral premenepause. 10% Ca payudara karena factor genetik, karena mutasi BRCA-1 (kromosom 17) dan BRCA-2 (kromosom 13)

2. Usia
Insidensimeningkat ssejalan dengan bertambah usia. Insidensi kankerpayudara meningkat 2 kali lipat tiap kenaikan umur 10 tahun.

3. Hormone
Resiko Ca payudara bertambah pada nulipara, peningkatan terhadap paparan estrogen (menarche awal, menopause terlambatdan paemakaian kontrasepsi oral/hormone replacement therapy), kehamilan pertama setelah umur 30 tahun. Resiko Ca meningkat pada pemakaian kontrasepsi oral atau 10 tahun setelah berhenti. Pemakaian mulai usia 20 tahun menunjukkan resiko lebih tinggi disbanding saat mulai usi tua.

4. Penyakit payudara jinak sebelumnya
Adnya hiperpalsia ductal dan atypical lobular pada biopsy payudara, resiko bertambah 5 kali lipat. Resiko bertambah 8-10 kali lipat akibat ada hyperplasia atypical dan RPK (+)

5. Diet dan lifestyle (obesitas, konsumsi alcohol)

6. Paparan radiasi sebelum umur 40
Eksposur dengan radiasi ionisasi selam atau sesudah pubertas meningkatkan terjadinya resiko kanker payudra. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa resiko kanker radiasi berhungan secara linear dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur.

VI. ANAMNESIS

 Keluhan di payudara dan ketiak
• Benjolan dipayudara, kecepatan tumbuhnya
• Rasa sakit yang berhubungan dengan menstruasi
• Cairan putting, berdarah atau tidak
• Putting retraksi, meninggi atau melpat
• Peubahan kulit payudara, borok atau ulserasi
• Benjolan atau rasa sakit diketiak danedema lengan.

 Riwaat sebelumnya
• Biopsy atau operasi payudara atau tempat lain
• Pemakaina obat-obatan , hormaon, termasuk pildan lama pemakaian

 Riwayat reproduksi
• Umur menstruasi pertama
• Frekuensi menstruasi, lama, teratur atau tidak
• Jumlah kehamlan, jumlah anak , abortus
• Riwayat menyusui danm lamanya

 Riwayat keluarga
• Sehubungan dengan penyakit kanker lain (indung telur, saluaran cerna, sarcoma jaringan lunak)
• Hubungan keluarga: ibu, adik, kakak, bibi dll.

 Keluhan-keluhan yang berhubungan dengann metastase
• Sakit tulang, sakit punggung
• Batuk, sesak nafas dan kelainan umum


VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Foto toraks
• Mammografi kedua payudar
• Laboratorium:rutin , faal hepar, faal ginjal
• Reseptor estrogen dan progesterone

VIII. DIAGNOSIS PASTI

 Pemeriksaan histopatologi
• Biopsy eksisi/insisi
• Potong beku

 Triple diagnostic
• Klinis
• Mammografi
• AJH/ FNAB

IX. TERAPI
Pendekatan terapi berdasarkan stadium

A. Stadium dini/ operasi (Stadium I, II,IIIA)
1. Operasi
a. mastektomi radikal modifikasi
b. Breast Conserving Treatment (BCT)
2. Adjuvant terapi

B. Stadium lanjut (Stadium IIB dan IV)

C. Stadium IV

X. PENGOBATAN KANKER

Ada beberapa pengobatan kanker payudara yang penerapannya banyak tergantung pada stadium klinik penyakit yaitu :

1. Mastektomi
Modified Radical Masstectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudar, jarungan payudara ditulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan di sekitar ketiak.

a. Total (simple) Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudar saja tetapi bukan klelenjar di ketiak.

b. Radical mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara. Biasanya disebut lumpectomy, yitu pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya dipinggir payudara.

2. Penyinaran/ radiasi
Yang dimaksud radiasi adalah prosesd penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih tersisa di pyudara setelah operasi (Denton, 1996). Efek pengobatan ini tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit diskitar payudar menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai akibat dari radiasi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kankerr dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infuse yang bertujuan membunuh sel kanker. Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah seta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN CA MAMMA
I. LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Karsinoma mamma adalah karsinoma yang berasal dari parenkim, stroma, areola dan papilla mamma. (Lab. UPF Bedah RSDS, 1984)
B. Faktor predisposisi
Beberapa factor risiko pada karsinoma mammae dalam kalangan oncologist (Muchlis Ramli, dkk, 2000) di antaranya :
2. Umur > 30 tahun, bertambah besar sampai usia 50 tahun dan setelah menopause
3. tidak kawin/nulipara setelah 35 tahun risikonya 2 kali lebih besar
4. anak pertama lahir serelah usia 35 tahun
5. menarche kurang aari 12 tahun risikonya 1,7-3,4 kali lebih tinggi dari pada wanita dengan menarche yang dating pada suia normal atau lebih dari 12 tahun.
6. menopause dating terlambat lebih dari 55 tahun, risikonya 2,5-5 kali lebih tinggi
7. pernah mengalami infeksi, trauma atau operasi tumor jinak payudara risikonya 3-9 kali lebih besar
8. adanya kanker payudara kontralateral, risikonya 3-9 kali lebih besar
9. pernah mengalami operasi ginekologis-tumor ovarium, riskonya 3-4 kali lebih intggi
10. radiasi dinding dada risikonya 2-3 kali lebih besar
11. riwaya tkeluarga ada yang menderita kanker payudara pada ibu, saudara perempuan ibu, saudara perempuan, adik/kakak, risikonya 2-3 kali lebih tinggi.
12. kontrasepsi oral pada penderita tumor payudara jinak seperti kelainan fibrokistik yang ganas akan meningkatkan risiko untuk mendapat kanker payudara 11 kali lebih tinggi.

C. Gejala klinis
Keluhan penderita kanker payudara (Lab. UPF Bedah RSDS, 1984):

1. Mungkin tidak ada
2. tumor mammae umumny atidak nyeri
3. ulkus/perdarahan dari ulkus
4. erosi putting susu
5. perdarahan.keluar cairan dari putting susu
6. nyeri pada payudara
7. kelainan bentuk payu dara
8. keluhan karena metastase

Gambaran klinis kanker mammae yang khas pada usia 35 tahun/lebih (Lab. UPF Bedah RSDS, 1984) :
 Tumbuh progresif
 invasi atau nekrose
a) Batas tak jelas
b) Bentuk tidak teratur
c) Mobilitas terbatas
d) Retraksi kulit/papil
e) Eritem kulit
f) Peaue d’orange g) nodul satelit
h) ulkus
i) tumor melekat dengan “
- kulit
- m. pektoralis
- dinding thoraks

 Mengadakan metastase
1. Regional
 pembesaran kel;enjar linfe aksila
 pembesaran kelenjar limfe mammaria interna

2. Organ jauh


D. Pemeriksaan

Dasar diagnosis karsinoma mammae :
1. Dasar diagnosis klinis, tumor pada mamae yang tumbuh progtresif dengan tanda-tanda infiltrasi dan atau metastase
2. Dasar diagnostic patologi, tumor dengan tanda-tanda keganasan
Pemeriksaan :
1. pemeriksaan klinis
2. pemeriksaan penunjang klinis
3. pemeriksaan sitologis/patologis

E. Penatalaksanaan
1. Terapi kuratif :
a. Untuk kanker mamma stadium 0,I,II dan III
- Terapi utama adalah mastektomi radikal modifikasi, alternative tomoorektomi + diseksi aksila
- Terapi ajuvan, :
 Radioterapi paska bedah 4000-6000 rads
 Kemoterapi untuk pra menopause dengan CMF (Cyclophosphamide 100 mg/m2 dd po hari ke 1-14, methotrexate 40 mg/m2 IV hari ke -1 siklus diulangi tiap 4 minggu dan flouroracil 600 mg/m2 IV hari ke-1 atau CAP (Cyclophosphamide 500 mg/m2 hari ke 1, adriamycin 50 mg/m2 hari ke-1 dan flouroracil 500 mg/m2 IV hari ke-1 dan 8 untuk 6 siklus.
 Hormon terapi untuk pasca menopause dengan tamoksifen untuk 1-2 tahun
- Terapi bantuan, roboransia,
- Terapi sekunder bila perlu
- Terapi komplikasi pasca bedah misalnya gangguan gerak lengan (fisioterapi)

2. Terapi paliatif
Untuk kanker mamma stadium III B dan Iv :
a. Terapi utama
- pramenopause, bilateral ovariedektomi
- pasca menopause ; 1) hormone resptor positif (takmosifen) dan 2) hormone resptor negative (kemoterapu dengan CMF atau CAF)

b. Terapi ajuvan
- operable (mastektomi simple)
- inoperable (radioterapi)
kanker mamae inoperative :
 tumor melekat pada dinding thoraks
 odema lengan
 nodul satelit yang luas
 mastitis karsionamtosa
c. Terapi bantuan ; roboransia

d. Terapi komplikasi , bila ada :
- patah, reposisi-fiksasi-imobilisasi dan radioterapi pada tempat patah
- odema lengan : 1) deuretik, 2) pneumatic sleeve, 3) operasi tranposisi omentum atau kondoleon,
- Efusion pleura, 1) aspirasi cairan atau drainase bullae, 2) bleomisin 30 mg dan teramisin 1000 mg, intra pleura
- Hiperkalsemia : 1) deuretika dan rehidrasi, 2) kortikosteroid, 3) mitramisin ¼-1/2 mg/kg BB IV
- NYeri, terapi nyeri sesuai WHO
- Borok,perawatan borok

e. Terapi sekunder, bila ada

F. Prognosis
Tujuan akhir dari suatu program ini buka saja memperbaiki kethan hidup , tetpi juga perbaikan penyembuhan sebab kanker yang diobatik pada stasium dini dengan sendirinya menaikkan angka survival biarpun penyembuhannya belum tentu tercapai.

II KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas, (lihat factor-faktor predisposisi)
2. Keluhan utama ada benjolan pada payu dara dan lain-lain keluahan serta sejak kapan , riwayat penyakit ( perjalanan penyakit, pengobatan yang telah diberikan), faktro etiologi/resiko.
3. Konsep diri mengalmi perubahan pada sebagian besar klien dengan kanker mamma.
4. Pemeriksaan klinis ;
Mencari benjolan Karen aorgan payudara dipengaruhi oelh faktoe hormone antara lain estrogen dan progesterone, makas ebaiknya pemeriksaan ini dilakukan saat pengaruh hormonal ini seminimal mungkin/setelah menstruasi + 1 minggi dari hari akhir menstruasi. Klien duduk dengan tangan jatuh ke samping dan pemeriksa berdiri didepan dalam posisi yag lebih kurang sama tinggi.

a. Inspeksi
 Simetri mamma kiri-kanan
 Kelainan papilla. Letak dan bentuk, adakah putting susu, kelainan kulit, tanda radang, peaue d’ orange, dimpling, ulserasi dan lain-lain. Inspeksi ini juga dilakukan dalam keadaan kedua lengan diangkat ke atas untuk melihat apakah ada bayangan tumor doio bawah kulit yang ikut bergerak atau adakah bagian yang tertinggal, dimpling dan lain-lain.

b. Palpasi
 Kien berbaring dan diusahakan agar payudara tersebar rata atas lapangan dada, jika perlu punggung diganjal bantal kecil.
 Konsistensi, banyak, lokasi, infiltasi, besar, batas dan operabilitas.
 Pemebesaran kelenjar gerah bening (kelenjar aksila)
 Dakah metastase Nudus (regional) atau organ jauh)
 Stadium kanker (system TNM UICC, 1987)

5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan penunjang klinis
 Pemeriksaan radiologist
- Mammografi/USG Mamma
- X-foto thoraks
- Kalau perlu
 Galktografi
 Tulang-tulang
 USG abdomen
 Bone scan
 CT scan
 Pemeriksaan laboratorium
- rutin, darah lengkap, urine
- duyla darah puasa dan 2 jpp
- enxym alkali sposphate, LDH
- CEA, MCA, AFP
- HOrmon reseptor ER, PR
- Aktivitas estrogen/vaginal smear
 Pemeriksaan sitologis
- FNA dari tumor
- Cairan kista dan pleura effusion
- Secret putting susu
b. Pemeriksaan sitologis/patologis
 Durante oprasi Vries coupe

 Pasca operasi dari specimen operasi
6. Penatalaksanaan

(lihat landsan teori)
7. Dignosa Keperawatan

a. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.

b. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
c. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan sekunder terhadap pemberian sitostatika.

d. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping.

e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.

f. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi.

g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasive

h. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.

B. Perencanaan

1. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
Tujuan :
- Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
- Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
- Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.

INTERVENSI RASIONAL

a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.
b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.
e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll
f. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
h. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
a. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.
b. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.
c. Dapat menurunkan kecemasan klien.
d. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya
e. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
f. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
g. Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.
h. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong.


2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan :
- Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
- Melaporkan nyeri yang dialaminya
- Mengikuti program pengobatan
- Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin

INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
b. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya
c. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV
d. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
f. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien
g. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll
a. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
b. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi.

c. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.

d. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.

e. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri.
f. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.

g. Untuk mengatasi nyeri.

3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping.
Tujuan :
- Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi
- Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
- Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya

INTERVENSI RASIONAL
a. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya.
b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan.
c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.
d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.
e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.

f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga.
g. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien.
Kolaboratif
i. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin
j. Berikan pengobatan sesuai indikasi
Phenotiazine, antidopaminergic, corticosteroids, vitamins khususnya A,D,E dan B6, antacida
k. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.
a. Memberikan informasi tentang status gizi klien.

b. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.

c. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.


d. Kalori merupakan sumber energi.



e. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas.
f. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.

g. Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.
h. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).

i. Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.
j. Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping dan meningkatkan status kesehatan klien.
k. Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang maksimal dan tepat sesuai kebutuhan.


4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.
Tujuan :
- Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada ting-katan siap.
- Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.
- Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengo- batan.
- Bekerjasama dengan pemberi informasi.

INTERVENSI RASIONAL
a. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya.
b. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker.
c. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan.
d. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.
e. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya.
f. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
g. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi.

h. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.
a. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien.

b. Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian.

c. Membantu klien dalam memahami proses penyakit.


d. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.


e. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien.
f. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.

g. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman.
h. Meningkatkan integritas kulit dan kepala.


5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi.
Tujuan :
- Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi
- Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.
- Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut.

INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara periodik.

b. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah.
c. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygine.
d. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras.
e. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral.
Kolaboratif
f. Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi
g. Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash
preparation.
h. Kultur lesi oral. a. Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi memberikan informasi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan.
b. Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan minuman.

c. Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi.
d. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa.

e. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut.

f. Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi.
g. Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam rongga mulut/infeksi sistemik.
h. Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang tepat.


6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif
Tujuan :
- Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi
- Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal

INTERVENSI RASIONAL
a. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang sama.
b. Jaga personal hygine klien dengan baik.
c. Monitor temperatur.
d. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
e. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
Kolaboratif
f. Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
g. Berikan antibiotik bila diindikasikan.
a. Mencegah terjadinya infeksi silang.

b. Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.
c. Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi.
d. Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi.
e. Mencegah terjadinya infeksi.
f. Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.
g. Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi.

7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
Tujuan :
- Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
- Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan

INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.
b. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
c. Ubah posisi klien secara teratur.

d. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter.
a. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit.
b. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
c. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.
d. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif

8. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan sekunder terhadap pemberian sitostatika.

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi klien menjadi stabil

Kriteria hasil :
- Klien mampu untuk mengeskpresikan perasaan tentang kondisinya
- Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan orang dekat.
- Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya secara konstruktif.
- Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri.

INTERVENSI RASIONAL
a. Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien dengan hangat dan sikap positif.
b. Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan perasaan dan pikiran tentang kondisi, kemajuan, prognose, sisem pendukung dan pengobatan.
c. Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap mispersepsi tentang penyakitnya.
d. Bantu klien mengidentifikasi potensial kesempatan untuk hidup mandiri melewati hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal, peningkatan pengetahuan, kekuatan pribadi dan pengertian serta perkembangan spiritual dan moral.
e. Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan (menyangkal perubahan, penurunan kemampuan merawat diri, isolasi sosial, penolakan untuk mendiskusikan masa depan.
f. Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai dengan kebutuhan.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang terkait untuk tindakan konseling secara profesional. a. Perasaan empatik dan perhatian untuk siap membantu klien dalam mengatasi permasalahan yang ada.
b. Perasaan yang diungkapakan pada orang yang dipercaya akan membuat perasaan lega dan tidak tekanan batin.


c. Informasi yang akurat memberikan masukan dan instropeksi diri dalam menerima dirinya.
d. Ektulisasi diri dibutuhkan bagi klien dengan kaneker.
e. Respon klien yang negatfi diperlukan bantuan baik fisik mapun psikis-moral untuk memenuhi kebutuhan sejhri-sehari.
f. Dampak dari pada chemoterapi perlu adanya penjelasan dan perawatan rambut.
g. Konseling kesehatan secara bersama akan lebih lebih efektif.



DAFTAR PUSTAKA


Black, Joyce M & Esther Matassarin-Jacobs. 1997. Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Continuity of Care, Edisi 5, W.B. Saunders Company, Philadelphia
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.
Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta.
Lab. UPF Bedah, 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi , RSDS-FKUA, Surabaya

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung.

Muchlis Ramli dkk, 2000. Deteksi Dini Kanker, FKUI, Jakarta.

ARTRITIS REUMATOID








nama : slamet haryadi
nim :04.07.1692
kelas :c kp VI
AYEE !!! 

 
ARTRITIS REUMATOID

  1. PENGERTIAN
Adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Dan lebih banya terjadi pada wanita pada usia 25-35 tahun.
  1. PATOGENISIS
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vascular, eksudat fibrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ketulang subchondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi di permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang subcondrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat.
  1. ETIOLOGI
Penyebab dari arthritis rematoid belum dapat ditentukan secara pasti, tetapi dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu:
1)      Mekanisme imunitas (antigen antibody) seperti interaksi IgG dengan imonuglobulin dari rematoid faktor
2)      Faktor metabolik
3)      Infeksi dengan kecenderungan virus
4.      TANDA DAN GEJALA
1)      Tanda dan gejala setempat:
·         Sakit persendian disertai kaku dan gerakan terbatas
·         Lambat laun membengkan, panas, merah dan lemah
·         Semua sendi bias terserang panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu
2)      Tanda dan gejala sistemik:
·         Lemah
·         Demam
·         Takikardi
·         Berat badan turun
·         Anemia
5.      MANIFESTASI KLINIS
Kriteria dari American rheumatism association (ARA) yang direvisi tahun 1987, adalah:
1)      Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan disekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurang nya 1 jam sebelum perbaikan maksima.
2)      Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hyperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhu kriteria, yaitu: interfalang proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelengan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3)      Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera diatas.
4)      Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyarthritis simultaneously)
5)      Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ektensor atau daerah jukstaartrikular dalam observasi seorang dokter.
6)      Factor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal factor rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5 % kelompok kontrol.
7)      Terdapat perubahan gambaran radiologist yang khas pada pemeriksaan sinar rontgen tangan posterosnterior atau pergelangan tangan, ynag harus menunjukan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang ynag berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.
Diagnosis arthritis rheumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1 sampai 4 terdapat minimal selama 6 minggu.
6.      DATA DASAR PENGKAJIAN
Data tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya: mata jantung paru-paru, ginjal), tahapan (misalnya: eksaserbasi akut atau remisi) dan keberadaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya:
1)      Aktivitas/ Istirahat
Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan strees pada sendi; ketakutan pada pagi hari.
            Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan.
            Keletihan
Tanda: Malaise
            Keterbatasan rentang gerak: atrofi otot, kulit; kontraktur/ kelainan pada sendi dan otot.
2)      Kardiovaskuler
Gejala: Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (misalnya: pucat intermiten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal)
3)      Integritas ego
            Faktor-faktor strees akut/ kronis; misalnya: financial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
            Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh identitas pribadi (misalnya: ketergantungan pada orang lain).
4)      Makanan/ cairan
Gejala: ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat; mual
            Anoreksia
            Kesulitan untuk mengunyah
Tanda: Penurunan berat badan
            Kekeringan pada membrane mukosa
5)      Hygiene
Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan pada orang lain.
6)      Neurosensori
Gejala: Kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensai pada jari tangan
Tanda: Pembengkakan sendi simetris
7)      Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Fase akut dari nyeri (mungkin/ tidak mungkin disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi)
            Rasa nyeri kronis dan kekakuan ( terutama pada pagi hari)
8)      Keamanan
Gejala: Kulit mengkilat, tegang; nodul ubkutaneus
            Lesi kulit, ulkus kaki.
            Kesulitan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
            Demam ringan menetap.
            Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9)      Interaksi social
Gejala: kerusakan interaksi dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
10)  Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: Riwayat AR pada keluarga (pada awitan remaja)
Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, “penyembuhan” arthritis tanpa pengujian
Riwayat perikarditis, lesi katup; fibrosis pulmonal, pleuritis.
7.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1)      Faktor rheumatoid: Positif pada 80%-95% kasus
2)      Fiksasi lateks: Positif pada 75% dari kasus-kasus khas
3)      Reaksi-reaksi aglutinasi: Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
4)      LED: Umumnya meningkat pesat (80-100 mm/h). mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat.
5)      Protein C-reaktif: positif selam masa eksaserbasi.
6)      SDP: meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.
7)      JDL: umumnya menunjukan anemia sedang.
8)      Ig (IgM dan IgG): peningkatan besar enunjuka proses autoimun sebagai penyebab AR.
9)      Sinar x dari sendi yang sakit: menunjukan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang ang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi, dan subluksasio.
10)  Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan
11)  Scan radionuklida: identifikasi peradangan sinovium
12)  Artroskopi langsung: visualisasi dari area ynag menunjukan iregularitas/ degenerasi tulang pada sendi.
13)  Aspirasi cairan sinovial: mungkin menunjukan volume yang lebih besar dari normal; buram, berkabut, munculnya warna kuning (respons inflamasi, pendarahan, produk-produk pembuangan degeneratif); elevasi SDP dan leukosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 )
14)  Biopsi membrane sinovial: menunjukan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
8.      PENATALAKSANAAN
1)      Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk teta berobat dalam jangka waktu yang lama.
2)      Pengaturan   aktivitas  dan         istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
3)      Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektif daripada kompres dingin.
4)      Diet
Untuk penderita arthritis rheumatoid disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
5)      OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:
a.       Aspirin
Pasien dibawah 65 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 × 1 g/hari, kemudian dinaikkan  0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
b.      Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
6)      DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis rheumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektifitasnya dalam menekan proses rheumatoid akan berkurang. Keputusan penggunaannya bergantung pada pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis arthritis rheumatoid ditegakkan, atau bila respons OAINS tidak baik, meski masih dalam status tersangka.
Jenis-jenis yang digunakan adalah:
a.       Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektivitasnya lebih rendah disbanding dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman pengelihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b.      Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 × 500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg perminggu, sampai mencapai dosis  4 × 500 mg. setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan ynag lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia.
c.       D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 × 250-300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus.
d.      Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering tmbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskuler dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu samoai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping berupa pruritus, stomatitis, proteinuria, sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping  berupa pruritus, stomatitis, proteinuria, trombositopenia dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan dalam dosis 2 × 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis.
e.       Obat imunosupresif atau imunoregulator
Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relative pendek disbanding dengan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukan perbaikan dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan siklosporin untuk arthritis rheumatoid masih dalam penelitian.
f.       Kortikosteroid, hanya dipakai untuk pengobatan arthritis rheumatoid dengan komplikasi bera dan mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti prednisone 5-7,5 mg satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai bridging therapy dalam menagtasi sinobitis sebelum DMARD mulai bekerja,yang kemudia dihentikan secaa bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid ntraartikular jika terdapat peradangan yang berat. Sebelumnya infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu.
7)      Rehabilitasi, bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya antaralain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan, pemanasan, dsb. Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit pada sendi berkurang ata minimal. Bila tidak juga berhasil, mungkin diperlukan pertimbangan untuk tindakan operatif. Sering pula diperlukan aat-alat. Karena itu pengertian tentang rehabilitasi termasuk:
a.      Pemakaian alat bidai, tongkat/tongkat penyangga, walking machine, kursi roda, sepatu dan alat.
b.      Alat ortoti protetik lainnnya
c.       Terapi mekanik
d.      Pemanasan: baik hidroterapi maupun elektroterapi
e.       Occupational therapy
8)      Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada peasien arthritis rheumatoid umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektomi, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
                       
            Untuk menilai kemajuan pengobatan dipakai parameter
1)      Lama nya morning stiffness
2)      Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan/ berjalan
3)      Kekuatan menggenggam ( dinilai dengan tensimeter)
4)      Waktu ynag diperluksn untuk berjalaan 10-15 meter
5)      Peningkatan LED
6)      Jumlah obat-obat yang digunakan.





PROGNOSIS
Perjalanan penyakit arthritis rheumatoid sangat bervariasi, bergantung kepada ketaatan pasien  untuk berobat dalam jangka waktu yang lama. Sekitar 50-75 % pasien arthritis reumatoid  akan mengalami remisi dalam 2 tahun. Selebihnya akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini umumnya meninggal 10-15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa arthritis rheumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal dan penyakit saluran cerna. Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan, dengan manifestasi ekstraartikular, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan ini memerlukan terapi secara agresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat terjadi dalam 2 tahun pertama.